Minggu, 23 Desember 2012


Perencanaan
Sebelum masuk dalam pembahasan perencanaan partisipatif ada baiknya jika kita menyimak mode perencanaan yang ada, diantanranya model perencanaan bersifat Top Down dan Bottom Up.
Perencanaan dengan model Top Down ini dilaksanakan oleh sekelompok elit politik, melibatkan lebih banyak teknokrat, mengandalkan otoritas & diskresi. Adapun argumentasi top-down adalah:
  1. Efisiensi
  2. Penegakan aturan (enforcement)
  3. Konsistensi input-target-output
  4. Publik/masyarakat masih sulit dilibatkan
Perencanaan dengan model Bottom Up ini dilaksanakan secara kolektif, melibatkan unsur-unsur governance,mengandalkan persuasi, co-production. Dan argumentasi bottom-up adalah:
  1. Efektivitas
  2. Kinerja (performance, outcome),bukan sekadar hasil seketika
  3. Social virtue (kearifan sosial)
  4. Masyarakat diasumsikan sudah paham hak-hak dan apa yang mereka butuhkan.
Partisipasi
Istilah Partisipasi menurut Mikkelsen biasanya digunakan di masyarakat  dalam berbagai makna umum, diantaranya: (2005, 53-54)
  1. Partisipasi adalah kontribusi sukarela dari masyarakat dalam suatu proyek (pembangunan), tetapi tanpa mereka ikut terlibat dalam proses pengambilan keputusan.
  2. Partisipasi adalah proses membuat masyarakat menjadi lebih peka dalam rangka menerima dan merespons berbagai proyek pembangunan.
  3. Partisipasi adalah suatu proses aktif, yang bermakna bahwa orang ataupun kelompok yang sedang ditanyakan mengambil inisiatif dan mempunyai otonomi untuk melakukan hal itu.
  4. Partisipasi adalah proses menjembatani dialog antara komunitas lokal dan pihak penyelenggara proyek dalam rangka persiapan, pengimplenetasian, pemantauan dan pengevaluasian staf agar dapat memperoleh informasi tentang konteks sosial maupun dampak sosial proyek terhadap masyarakat.
  5. Partisipasi adalah keterlibatan masyarakat secara sukarela dalam perubahan yang ditentukan sendiri oleh masyarakat.
  6. Partisipasi adalah keterlibatan masyarakat dalam upaya pembangunan lingkungan, kehidupan dan diri mereka sendiri.
Tiga bentuk partisipasi (Chambers dalam Mikkelsen, 2005, 54):
1.      Cosmetic Label
Sering digunakan agar proyek yang diusulkan terlihat lebih cantik sehinga lembaga donor maupun pihak pemerintah akan mau membiayai proyek tersebut.
2.      Coopting Practice
Digunakan untuk memobilisasi tenaga-tenaga di tingkat lokal dan mengurangi pembiayaan pryek.
3.      Empowering Process
Dimaknai sebagai suatu proses yang memampukan masyarakat lokal untuk melakukan analisis masalah mereka, memikirkan bagaimana cara mengatasinya, mndapatkan rasa percaya diri untuk mengatasi masalah, mengambil keputusan sendiri tentang alternatif pemecahan masalah apa yang ingin mereka pilih.
Perencanaan Partisipatif
Perencanaan partisipatif mulai dikenal secara luas sejak munculnya metode partisipatif yang biasa disebut Participatory Rural Appraisal. Metode ini menekankan adanya peran serta aktif dari masyarakat dalam merencanakan pembangunan (penyelesaian masalah) mulai dari pengenalan wilayah, pengidentifkasian masalah sampai pada penentuan skala prioritas.
Perencanaan partisipatif saat ini mulai merambah ke tingkat makro atau lebih pada pengembangan kebijakan, biasanya kegiatan ini lebih banyak dilakukan oleh Lembaga Non Pemerintah (NGO’s). Selain itu perencanaan partisipatif banyak dilakukan di tingkat mikro seperti pada tingkat masyarakat maupun di tingkat individu.
Secara garis besar perencanaan partisipatif mengandung makna adanya keikutsertaan masyarakat dalam proses perencanaan pembangunan, mulai dari melakukan analisis masalah mereka, memikirkan bagaimana cara mengatasinya, mndapatkan rasa percaya diri untuk mengatasi masalah, mengambil keputusan sendiri tentang alternatif pemecahan masalah apa yang ingin mereka atasi.
Tiga alasan utama mengapa perencanaan partisipatif dibutuhkan, yaitu (Conyers, 1991, 154-155)
  1. Alasan pertama partisipasi masyarakat merupakan suatu alat guna memperoleh informasi mengenai kondisi, kebutuhandan sikap masyarakat setempat yang tanpa kehadirannya program pembangunan serta proyek-proyek akan gagal.
  2. Alasan kedua adalah bahwa masyarakat akan lebih mempercayai kegiatan atau proram pembangunan jika merasa dilibatkan dalam proses persiapan dan perencanaannya, karena mereka akan lebih mengetahui seluk beluk program tersebut dan akan mempunyai rasa memiliki terhadap program tersebut.
  3. Alasan ketiga adalah karena timbul anggapan bahwa merupakan suatu hak demokrasi bila masyarakat dilibatkan dalam proses pembangunan.
Alasan lainnya dikemukakan oleh Amartya Sen dimana Ia mengemukana ada 3 alasan mengapa harus ada demokasi dan Perencanaan Partisipatif (Amartya Sen, 1999:148)
  1. Demokrasi dan partisipasi sangat penting peranannya dalam pengembangan kemampuan dasar.
  2. Instrumental role untuk memastikan bahwa rakyat bisa mengungkapkan dan mendukung klaim atas hak-hak mereka, di bidang politik maupun ekonomi
  3. Constructive role dalam merumuskan “kebutuhan” rakyat dalam konteks sosial.
Sejarah Partisitasi dalam Pembangunan
Pada tahun 1960-an, yang dimaksud dengan partisipasi adalah adanya transfer atau alih pengetahuan atau teknologi dari luar untuk menjadikan orang atau masyarakat mampu menolong dirinya sendiri.
Pada tahun 1970-an Partisipasi lebih dikenal sebagai usaha untuk mengentaskan kemiskinan dan berkaitan dengan kases terhadap sumber-sumber pembangunan. Ada 3 perspektif besar:
  1. Masyarakat berpartisipasi sebagai pihak yang menerima manfaat dari pembangunan. Partisipasi dilakukan untuk masyarakat, umumnya masyarakat diundang untuk ditanyakan apa kebutuhan mereka yang nantinya akan dimasukkan dalam program pembangunan.
  2. Partisipasi dilihat sebagai suatu proses dan di kendalikan oleh orang-orang yang mengenalikan pembangunan. Partisipasi ini berkaitan pula dengan demokrasi dan keadilan.
  3. Partisipasi melibatkan bekerja dengan masyarakat daripada bekerja untuk mereka. Partisipasi bentuk ini lebih melihat hubungan antara pelaksana pembangunan dan pemanfaan hasil pembangunan.
Pada tahun 1980-an Partisipasi dikenal dengan istilah Proyek dalam Masyarakat, dan ini menyebabkan semakin dikenalnya partisipasi sebagai suatu pendekatan dalam proyek-proyek dan program-program pembangunan. Terdapat 2 paradigma yang berkembang saat ini, yaitu:
  1. Metode yang dipromosikan oleh lembaga-lembaga seperti Stakeholder analysis, social analysis, beneficiary assessment, logical framework analysis. Semua ini merupakan toolkits yang diterapkan oleh perencana sosial untuk mempromosikan partisipasi ditingkat pemangku kepentingan dalam melakukan pengidentifikasian di tingkat awal.
  2. Metode-metode yang dipromosikan oleh pengembang metode partisipatori seperti PRA, Rapid Rural Appraisal, Partisipatory Learning and Action, Partisipatory Appraisal and Learning Methods dan sebagainya yang memungkina masyarakat untuk berbagi, mengenal dan menganalisa pengetahuan yang mereka miliki serta kondisi mereka dan melakukan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan.
Pada tahun 1990-an Partisipasi lebih dilihat sebagai kemitraan, koordinasi atau kepemilikan dari program dan adanya fungsi kontrol/ kendali dari masyarakat itu sendii terhadap sumber daya yang mereka miliki. Pada dekade ini mulai ada perubahan paradigma mengenai apa yang disebut masyarakat, mulai ada perubahan dari penerima manfaat dari pembangunan kepada pemangku kepentingan, dengan asumsi kalau masyarakat disebut sebagai penerima manfaat sifatnya lebih pasif dibandingkan dengan masyarakat sebagai pemangku kepentingan.
Pada tahun 2000-an Partisipasi mulai berubah yang dahulu hanya berkisar pada lingkungan mikro saat ini mulai merambah ke tataran makro, dengan adanya partisipasi dalam penentuan atau pembentukan kebijakan.
Tipologi Partisipasi Masyarakat atau Individu
Passive Participation, masyarakat berpartisipasi karena memang diharuskan untuk ikut serta dalam proses pembangunan, tanpa ada kemampuan untuk merubah.
Participation in information giving, partisipasi masyarakat hanya sebatas memberikan informasi yang dibutuhkan oleh perencana pembangunan dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan. Namun masyarakat tidak punya kemampuan untuk mempengaruhi mempengaruhi dalam pembuatan pertanyaan, dan tidak ada kesempatan untuk mencek ketepatan dari hasil penelitian yang telah dilakukan.
Participation by consultation, partisipasi masyarakat dilakukan dalam bentuk konsultasi, ada pihak luar sebagai pendengar yang berusaha mendefinisikan permasalahan yang dihadapi masyarakat dan merumuskan solusinya. Dalam proses konsultasi ini tidak ada pembagian dalam penentuan keputusan, semua dikerjakan oleh pihak luar yang diberi mandat untuk mngerjakan ini.
Participation for material incentives, partisipasi ini lebih pada masyarakat memberikan sumber daya yang mereka punya seperti tenaga dan tanah, kemudian akan diganti dalam bentuk makanan, uang, atau penggantian dalam bentuk materi lainnya.
Functional participation, partisipasi masyarakat terjadi dengan membentuk kelompok-kelompok atau kepanitiaan yang diprakarsai/ didorong oleh pihak luar.
Interactive participation, masyarakat dilibatkan dalam menganalisis dan perencanaan pembangunan. Dalam tipe partisipasi ini, kelompok mungkin saja dapat dibentuk bersama-sama dengan lembaga donor dan mempunyai tugas untuk mengendalikan dan memutuskan semua permasalahan yang terjadi di tingkat lokal.
Self-mobilization, masyarakat secara mandiri berinisiatif untuk melakukan pembangunan tanpa ada campur tangan dari pihak luar, kalau pun ada, peran pihak luar hanya sebatas membantu dalam penyusunan kerangka kerja. Mereka mempunyai fungsi kontrol penuh terhadap sumber daya yang akan digunakan untuk mencapai kesejahteraan masyarakatnya.
Catalysing change, Partisipasi dengan membentuk agen perubah dalam masyarakat yang nantinya dapat mengajak atau mempengaruhi masyarakatnya untuk melakukan perubahan.
Optimum Participation, lebih memfokuskan pada konteks dan tujuan dari pembangunan dan itu akan turut menetukan bentuk dari partisipasi yang akan dipergunakan. Partisipasi akan optimal jika turut memperhatikan secara detail pada siapa yang akan berpartisipasi karena tidak semua orang dapat berpartisipasi, dan dengan metode ini pula dapat membantu menentukan strategi yang optimal dalam pembangunan.
Manipulation, ada sejumlah partisipasi namun tidak memiliki kekuasaan yang nyata, masyarakat membentuk suatu kelompok atau kepanitiaan namun tidak memiliki kekuasaan untuk menentukan arah pembangunan.
Permasalahan dalam Perencanaan Partisipatif.
  1. Keterlibatan masyarakat akan terjadi secara sukarela jika perencanaan dilakukan secara desentralisasi, dan kegiatan pembangunan selalu diarahkan pada keadaan atau kepentingan masyarakat. Jika hal ini tidak terjadi maka partisipasi masyarakat akan sulit terjadi karena masyarakat tidak akan berpartisipasi jika kegiatan dirasa tidak menarik minat mereka atau partisipasi mereka tidak berpengaruh pada rencana akhir.
  2. Partisipasi akan sulit terjadi apabila di dalam suatu masyarakat tidak mengetahui atau tidak mempunyai gagasan mengenai rangkaian pilihan yang seharusnya mereka pilih, maka tidak mengherankan apabila masyarakat, terutama masyarakat pedesaan, sering meminta hal-hal yang tidak mungkin atau hal lain yang sebenarnya bukan merupakan kebutuhan mereka. Jadi ada kemungkinan skala prioritas akan berbeda antara pihak pemerintah dan masyarakat.
  3. Batasan dari wilayah kerja dapat menjadi permasalahan, hal ini berkaitan dengan batas wilayah administratif atau batas wilayah komunitas (adat). Terkadang masyarakat yang akan dibina dibatasi oleh wilayah administratif (negara), namun pada kenyataannya masyarakat yang akan dibina mempunyai suatu ikatan (batasan adat) lain yang turut menetukan luas wilayah mereka. Hal ini berkaitan dengan penentuan wilayah kerja dan pelibatan partisipasi masyarakat.
  4. Permasalah lain adalah berkaitan dengan perwakilan yang ditunjuk, terkadang wakil masyarakat yang ditunjuk sebagai penentu kebijakan atau dalam pembuatan perencanaan sosial tidak mengakomodir elemen-elemen yang ada di dalam masyarakat, perlu diingat bahwa masyarakat tidak selalu homogen. Maka akan ada potensi konflik apabila perwakilan yang ditunjuk tidak mengakomodir kepentingan masyarakat.
  5. Adanya kesenjangan komunikasi antara perencana sosial dengan petugas lapangan yang bertugas mengumpulkan informasi guna penyusunan perencanaan sosial. Ada usaha untuk melibatkan masyarakay lokal dalam pengumpulan informasi namun tingkat kemampuan masyarakat lokal beragam dan terkadang tidak sesuai dengan harapan para perencana.
  6. Tidak terpenuhinya harapan juga turut menghambat adanya partisipasi msyarakat, seperti tidak berpengaruhnya partisipasi mereka terhadap hasil pembangunan, adanya ekspektasi yang berlebih dari masyarakat yang tidak terpenuhi, atau bahkan pelaksanaan tidak sesuai dengan perencanaan yang telah disusun secara bersama.
  7. Permasalah lain yang berkaitan dengan perencanaan partisipatif adalah adanya anggapan bahwa perencanaan partisipatif adalah suatu kegiatan yang tidak efektif dan membuang-buang waktu. Memang perencanaan partisipatif bukanlah suatu perkara yang mudah, karena melibatkan masyarakat dalam proses perencanaan membutuhkan waktu, uang dan tenaga yang tidak sedikit. Perencanaan partisipatif pun membutuhkan kapasitas organisasi yang tidak kecil.
  8. Ada konflik yang timbul antara kepentingan daerah atau lokal dengan kepentingan nasional. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan sudut pandang, disatu sisi pemerintah pusat memandang bahwa hal tertentu merupakan prioritas utama, namun disatu sisi pemerintah daerah atau masyarakat hal tersebut bukanlah prioritas utama.
Daftar Referensi
Adi, Isbandi Rukminto. (2008). Intervensi Komunitas: Pengembangan Masyarakat sebagai Upaya Pemberdayaan Masyarakat. Cet 1. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada.
Conyers, Diana. (1991). Perencanaan Sosial di Dunia Ketiga: Suatu Pengantar. Ed 2. (Penerjemah: Susetiawan). Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Mikkelsen, Britha. (2005) Methods for Development Work and Research: A New Guide for Practitioners. 2nd Ed. California: Sage Publication
You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You canleave a response, or trackback from your own site.
»»  READMORE...

Perencanaan
Sebelum masuk dalam pembahasan perencanaan partisipatif ada baiknya jika kita menyimak mode perencanaan yang ada, diantanranya model perencanaan bersifat Top Down dan Bottom Up.
Perencanaan dengan model Top Down ini dilaksanakan oleh sekelompok elit politik, melibatkan lebih banyak teknokrat, mengandalkan otoritas & diskresi. Adapun argumentasi top-down adalah:
  1. Efisiensi
  2. Penegakan aturan (enforcement)
  3. Konsistensi input-target-output
  4. Publik/masyarakat masih sulit dilibatkan
Perencanaan dengan model Bottom Up ini dilaksanakan secara kolektif, melibatkan unsur-unsur governance,mengandalkan persuasi, co-production. Dan argumentasi bottom-up adalah:
  1. Efektivitas
  2. Kinerja (performance, outcome),bukan sekadar hasil seketika
  3. Social virtue (kearifan sosial)
  4. Masyarakat diasumsikan sudah paham hak-hak dan apa yang mereka butuhkan.
Partisipasi
Istilah Partisipasi menurut Mikkelsen biasanya digunakan di masyarakat  dalam berbagai makna umum, diantaranya: (2005, 53-54)
  1. Partisipasi adalah kontribusi sukarela dari masyarakat dalam suatu proyek (pembangunan), tetapi tanpa mereka ikut terlibat dalam proses pengambilan keputusan.
  2. Partisipasi adalah proses membuat masyarakat menjadi lebih peka dalam rangka menerima dan merespons berbagai proyek pembangunan.
  3. Partisipasi adalah suatu proses aktif, yang bermakna bahwa orang ataupun kelompok yang sedang ditanyakan mengambil inisiatif dan mempunyai otonomi untuk melakukan hal itu.
  4. Partisipasi adalah proses menjembatani dialog antara komunitas lokal dan pihak penyelenggara proyek dalam rangka persiapan, pengimplenetasian, pemantauan dan pengevaluasian staf agar dapat memperoleh informasi tentang konteks sosial maupun dampak sosial proyek terhadap masyarakat.
  5. Partisipasi adalah keterlibatan masyarakat secara sukarela dalam perubahan yang ditentukan sendiri oleh masyarakat.
  6. Partisipasi adalah keterlibatan masyarakat dalam upaya pembangunan lingkungan, kehidupan dan diri mereka sendiri.
Tiga bentuk partisipasi (Chambers dalam Mikkelsen, 2005, 54):
1.      Cosmetic Label
Sering digunakan agar proyek yang diusulkan terlihat lebih cantik sehinga lembaga donor maupun pihak pemerintah akan mau membiayai proyek tersebut.
2.      Coopting Practice
Digunakan untuk memobilisasi tenaga-tenaga di tingkat lokal dan mengurangi pembiayaan pryek.
3.      Empowering Process
Dimaknai sebagai suatu proses yang memampukan masyarakat lokal untuk melakukan analisis masalah mereka, memikirkan bagaimana cara mengatasinya, mndapatkan rasa percaya diri untuk mengatasi masalah, mengambil keputusan sendiri tentang alternatif pemecahan masalah apa yang ingin mereka pilih.
Perencanaan Partisipatif
Perencanaan partisipatif mulai dikenal secara luas sejak munculnya metode partisipatif yang biasa disebut Participatory Rural Appraisal. Metode ini menekankan adanya peran serta aktif dari masyarakat dalam merencanakan pembangunan (penyelesaian masalah) mulai dari pengenalan wilayah, pengidentifkasian masalah sampai pada penentuan skala prioritas.
Perencanaan partisipatif saat ini mulai merambah ke tingkat makro atau lebih pada pengembangan kebijakan, biasanya kegiatan ini lebih banyak dilakukan oleh Lembaga Non Pemerintah (NGO’s). Selain itu perencanaan partisipatif banyak dilakukan di tingkat mikro seperti pada tingkat masyarakat maupun di tingkat individu.
Secara garis besar perencanaan partisipatif mengandung makna adanya keikutsertaan masyarakat dalam proses perencanaan pembangunan, mulai dari melakukan analisis masalah mereka, memikirkan bagaimana cara mengatasinya, mndapatkan rasa percaya diri untuk mengatasi masalah, mengambil keputusan sendiri tentang alternatif pemecahan masalah apa yang ingin mereka atasi.
Tiga alasan utama mengapa perencanaan partisipatif dibutuhkan, yaitu (Conyers, 1991, 154-155)
  1. Alasan pertama partisipasi masyarakat merupakan suatu alat guna memperoleh informasi mengenai kondisi, kebutuhandan sikap masyarakat setempat yang tanpa kehadirannya program pembangunan serta proyek-proyek akan gagal.
  2. Alasan kedua adalah bahwa masyarakat akan lebih mempercayai kegiatan atau proram pembangunan jika merasa dilibatkan dalam proses persiapan dan perencanaannya, karena mereka akan lebih mengetahui seluk beluk program tersebut dan akan mempunyai rasa memiliki terhadap program tersebut.
  3. Alasan ketiga adalah karena timbul anggapan bahwa merupakan suatu hak demokrasi bila masyarakat dilibatkan dalam proses pembangunan.
Alasan lainnya dikemukakan oleh Amartya Sen dimana Ia mengemukana ada 3 alasan mengapa harus ada demokasi dan Perencanaan Partisipatif (Amartya Sen, 1999:148)
  1. Demokrasi dan partisipasi sangat penting peranannya dalam pengembangan kemampuan dasar.
  2. Instrumental role untuk memastikan bahwa rakyat bisa mengungkapkan dan mendukung klaim atas hak-hak mereka, di bidang politik maupun ekonomi
  3. Constructive role dalam merumuskan “kebutuhan” rakyat dalam konteks sosial.
Sejarah Partisitasi dalam Pembangunan
Pada tahun 1960-an, yang dimaksud dengan partisipasi adalah adanya transfer atau alih pengetahuan atau teknologi dari luar untuk menjadikan orang atau masyarakat mampu menolong dirinya sendiri.
Pada tahun 1970-an Partisipasi lebih dikenal sebagai usaha untuk mengentaskan kemiskinan dan berkaitan dengan kases terhadap sumber-sumber pembangunan. Ada 3 perspektif besar:
  1. Masyarakat berpartisipasi sebagai pihak yang menerima manfaat dari pembangunan. Partisipasi dilakukan untuk masyarakat, umumnya masyarakat diundang untuk ditanyakan apa kebutuhan mereka yang nantinya akan dimasukkan dalam program pembangunan.
  2. Partisipasi dilihat sebagai suatu proses dan di kendalikan oleh orang-orang yang mengenalikan pembangunan. Partisipasi ini berkaitan pula dengan demokrasi dan keadilan.
  3. Partisipasi melibatkan bekerja dengan masyarakat daripada bekerja untuk mereka. Partisipasi bentuk ini lebih melihat hubungan antara pelaksana pembangunan dan pemanfaan hasil pembangunan.
Pada tahun 1980-an Partisipasi dikenal dengan istilah Proyek dalam Masyarakat, dan ini menyebabkan semakin dikenalnya partisipasi sebagai suatu pendekatan dalam proyek-proyek dan program-program pembangunan. Terdapat 2 paradigma yang berkembang saat ini, yaitu:
  1. Metode yang dipromosikan oleh lembaga-lembaga seperti Stakeholder analysis, social analysis, beneficiary assessment, logical framework analysis. Semua ini merupakan toolkits yang diterapkan oleh perencana sosial untuk mempromosikan partisipasi ditingkat pemangku kepentingan dalam melakukan pengidentifikasian di tingkat awal.
  2. Metode-metode yang dipromosikan oleh pengembang metode partisipatori seperti PRA, Rapid Rural Appraisal, Partisipatory Learning and Action, Partisipatory Appraisal and Learning Methods dan sebagainya yang memungkina masyarakat untuk berbagi, mengenal dan menganalisa pengetahuan yang mereka miliki serta kondisi mereka dan melakukan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan.
Pada tahun 1990-an Partisipasi lebih dilihat sebagai kemitraan, koordinasi atau kepemilikan dari program dan adanya fungsi kontrol/ kendali dari masyarakat itu sendii terhadap sumber daya yang mereka miliki. Pada dekade ini mulai ada perubahan paradigma mengenai apa yang disebut masyarakat, mulai ada perubahan dari penerima manfaat dari pembangunan kepada pemangku kepentingan, dengan asumsi kalau masyarakat disebut sebagai penerima manfaat sifatnya lebih pasif dibandingkan dengan masyarakat sebagai pemangku kepentingan.
Pada tahun 2000-an Partisipasi mulai berubah yang dahulu hanya berkisar pada lingkungan mikro saat ini mulai merambah ke tataran makro, dengan adanya partisipasi dalam penentuan atau pembentukan kebijakan.
Tipologi Partisipasi Masyarakat atau Individu
Passive Participation, masyarakat berpartisipasi karena memang diharuskan untuk ikut serta dalam proses pembangunan, tanpa ada kemampuan untuk merubah.
Participation in information giving, partisipasi masyarakat hanya sebatas memberikan informasi yang dibutuhkan oleh perencana pembangunan dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan. Namun masyarakat tidak punya kemampuan untuk mempengaruhi mempengaruhi dalam pembuatan pertanyaan, dan tidak ada kesempatan untuk mencek ketepatan dari hasil penelitian yang telah dilakukan.
Participation by consultation, partisipasi masyarakat dilakukan dalam bentuk konsultasi, ada pihak luar sebagai pendengar yang berusaha mendefinisikan permasalahan yang dihadapi masyarakat dan merumuskan solusinya. Dalam proses konsultasi ini tidak ada pembagian dalam penentuan keputusan, semua dikerjakan oleh pihak luar yang diberi mandat untuk mngerjakan ini.
Participation for material incentives, partisipasi ini lebih pada masyarakat memberikan sumber daya yang mereka punya seperti tenaga dan tanah, kemudian akan diganti dalam bentuk makanan, uang, atau penggantian dalam bentuk materi lainnya.
Functional participation, partisipasi masyarakat terjadi dengan membentuk kelompok-kelompok atau kepanitiaan yang diprakarsai/ didorong oleh pihak luar.
Interactive participation, masyarakat dilibatkan dalam menganalisis dan perencanaan pembangunan. Dalam tipe partisipasi ini, kelompok mungkin saja dapat dibentuk bersama-sama dengan lembaga donor dan mempunyai tugas untuk mengendalikan dan memutuskan semua permasalahan yang terjadi di tingkat lokal.
Self-mobilization, masyarakat secara mandiri berinisiatif untuk melakukan pembangunan tanpa ada campur tangan dari pihak luar, kalau pun ada, peran pihak luar hanya sebatas membantu dalam penyusunan kerangka kerja. Mereka mempunyai fungsi kontrol penuh terhadap sumber daya yang akan digunakan untuk mencapai kesejahteraan masyarakatnya.
Catalysing change, Partisipasi dengan membentuk agen perubah dalam masyarakat yang nantinya dapat mengajak atau mempengaruhi masyarakatnya untuk melakukan perubahan.
Optimum Participation, lebih memfokuskan pada konteks dan tujuan dari pembangunan dan itu akan turut menetukan bentuk dari partisipasi yang akan dipergunakan. Partisipasi akan optimal jika turut memperhatikan secara detail pada siapa yang akan berpartisipasi karena tidak semua orang dapat berpartisipasi, dan dengan metode ini pula dapat membantu menentukan strategi yang optimal dalam pembangunan.
Manipulation, ada sejumlah partisipasi namun tidak memiliki kekuasaan yang nyata, masyarakat membentuk suatu kelompok atau kepanitiaan namun tidak memiliki kekuasaan untuk menentukan arah pembangunan.
Permasalahan dalam Perencanaan Partisipatif.
  1. Keterlibatan masyarakat akan terjadi secara sukarela jika perencanaan dilakukan secara desentralisasi, dan kegiatan pembangunan selalu diarahkan pada keadaan atau kepentingan masyarakat. Jika hal ini tidak terjadi maka partisipasi masyarakat akan sulit terjadi karena masyarakat tidak akan berpartisipasi jika kegiatan dirasa tidak menarik minat mereka atau partisipasi mereka tidak berpengaruh pada rencana akhir.
  2. Partisipasi akan sulit terjadi apabila di dalam suatu masyarakat tidak mengetahui atau tidak mempunyai gagasan mengenai rangkaian pilihan yang seharusnya mereka pilih, maka tidak mengherankan apabila masyarakat, terutama masyarakat pedesaan, sering meminta hal-hal yang tidak mungkin atau hal lain yang sebenarnya bukan merupakan kebutuhan mereka. Jadi ada kemungkinan skala prioritas akan berbeda antara pihak pemerintah dan masyarakat.
  3. Batasan dari wilayah kerja dapat menjadi permasalahan, hal ini berkaitan dengan batas wilayah administratif atau batas wilayah komunitas (adat). Terkadang masyarakat yang akan dibina dibatasi oleh wilayah administratif (negara), namun pada kenyataannya masyarakat yang akan dibina mempunyai suatu ikatan (batasan adat) lain yang turut menetukan luas wilayah mereka. Hal ini berkaitan dengan penentuan wilayah kerja dan pelibatan partisipasi masyarakat.
  4. Permasalah lain adalah berkaitan dengan perwakilan yang ditunjuk, terkadang wakil masyarakat yang ditunjuk sebagai penentu kebijakan atau dalam pembuatan perencanaan sosial tidak mengakomodir elemen-elemen yang ada di dalam masyarakat, perlu diingat bahwa masyarakat tidak selalu homogen. Maka akan ada potensi konflik apabila perwakilan yang ditunjuk tidak mengakomodir kepentingan masyarakat.
  5. Adanya kesenjangan komunikasi antara perencana sosial dengan petugas lapangan yang bertugas mengumpulkan informasi guna penyusunan perencanaan sosial. Ada usaha untuk melibatkan masyarakay lokal dalam pengumpulan informasi namun tingkat kemampuan masyarakat lokal beragam dan terkadang tidak sesuai dengan harapan para perencana.
  6. Tidak terpenuhinya harapan juga turut menghambat adanya partisipasi msyarakat, seperti tidak berpengaruhnya partisipasi mereka terhadap hasil pembangunan, adanya ekspektasi yang berlebih dari masyarakat yang tidak terpenuhi, atau bahkan pelaksanaan tidak sesuai dengan perencanaan yang telah disusun secara bersama.
  7. Permasalah lain yang berkaitan dengan perencanaan partisipatif adalah adanya anggapan bahwa perencanaan partisipatif adalah suatu kegiatan yang tidak efektif dan membuang-buang waktu. Memang perencanaan partisipatif bukanlah suatu perkara yang mudah, karena melibatkan masyarakat dalam proses perencanaan membutuhkan waktu, uang dan tenaga yang tidak sedikit. Perencanaan partisipatif pun membutuhkan kapasitas organisasi yang tidak kecil.
  8. Ada konflik yang timbul antara kepentingan daerah atau lokal dengan kepentingan nasional. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan sudut pandang, disatu sisi pemerintah pusat memandang bahwa hal tertentu merupakan prioritas utama, namun disatu sisi pemerintah daerah atau masyarakat hal tersebut bukanlah prioritas utama.
Daftar Referensi
Adi, Isbandi Rukminto. (2008). Intervensi Komunitas: Pengembangan Masyarakat sebagai Upaya Pemberdayaan Masyarakat. Cet 1. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada.
Conyers, Diana. (1991). Perencanaan Sosial di Dunia Ketiga: Suatu Pengantar. Ed 2. (Penerjemah: Susetiawan). Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Mikkelsen, Britha. (2005) Methods for Development Work and Research: A New Guide for Practitioners. 2nd Ed. California: Sage Publication
You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You canleave a response, or trackback from your own site.
»»  READMORE...

Perencanaan
Sebelum masuk dalam pembahasan perencanaan partisipatif ada baiknya jika kita menyimak mode perencanaan yang ada, diantanranya model perencanaan bersifat Top Down dan Bottom Up.
Perencanaan dengan model Top Down ini dilaksanakan oleh sekelompok elit politik, melibatkan lebih banyak teknokrat, mengandalkan otoritas & diskresi. Adapun argumentasi top-down adalah:
  1. Efisiensi
  2. Penegakan aturan (enforcement)
  3. Konsistensi input-target-output
  4. Publik/masyarakat masih sulit dilibatkan
Perencanaan dengan model Bottom Up ini dilaksanakan secara kolektif, melibatkan unsur-unsur governance,mengandalkan persuasi, co-production. Dan argumentasi bottom-up adalah:
  1. Efektivitas
  2. Kinerja (performance, outcome),bukan sekadar hasil seketika
  3. Social virtue (kearifan sosial)
  4. Masyarakat diasumsikan sudah paham hak-hak dan apa yang mereka butuhkan.
Partisipasi
Istilah Partisipasi menurut Mikkelsen biasanya digunakan di masyarakat  dalam berbagai makna umum, diantaranya: (2005, 53-54)
  1. Partisipasi adalah kontribusi sukarela dari masyarakat dalam suatu proyek (pembangunan), tetapi tanpa mereka ikut terlibat dalam proses pengambilan keputusan.
  2. Partisipasi adalah proses membuat masyarakat menjadi lebih peka dalam rangka menerima dan merespons berbagai proyek pembangunan.
  3. Partisipasi adalah suatu proses aktif, yang bermakna bahwa orang ataupun kelompok yang sedang ditanyakan mengambil inisiatif dan mempunyai otonomi untuk melakukan hal itu.
  4. Partisipasi adalah proses menjembatani dialog antara komunitas lokal dan pihak penyelenggara proyek dalam rangka persiapan, pengimplenetasian, pemantauan dan pengevaluasian staf agar dapat memperoleh informasi tentang konteks sosial maupun dampak sosial proyek terhadap masyarakat.
  5. Partisipasi adalah keterlibatan masyarakat secara sukarela dalam perubahan yang ditentukan sendiri oleh masyarakat.
  6. Partisipasi adalah keterlibatan masyarakat dalam upaya pembangunan lingkungan, kehidupan dan diri mereka sendiri.
Tiga bentuk partisipasi (Chambers dalam Mikkelsen, 2005, 54):
1.      Cosmetic Label
Sering digunakan agar proyek yang diusulkan terlihat lebih cantik sehinga lembaga donor maupun pihak pemerintah akan mau membiayai proyek tersebut.
2.      Coopting Practice
Digunakan untuk memobilisasi tenaga-tenaga di tingkat lokal dan mengurangi pembiayaan pryek.
3.      Empowering Process
Dimaknai sebagai suatu proses yang memampukan masyarakat lokal untuk melakukan analisis masalah mereka, memikirkan bagaimana cara mengatasinya, mndapatkan rasa percaya diri untuk mengatasi masalah, mengambil keputusan sendiri tentang alternatif pemecahan masalah apa yang ingin mereka pilih.
Perencanaan Partisipatif
Perencanaan partisipatif mulai dikenal secara luas sejak munculnya metode partisipatif yang biasa disebut Participatory Rural Appraisal. Metode ini menekankan adanya peran serta aktif dari masyarakat dalam merencanakan pembangunan (penyelesaian masalah) mulai dari pengenalan wilayah, pengidentifkasian masalah sampai pada penentuan skala prioritas.
Perencanaan partisipatif saat ini mulai merambah ke tingkat makro atau lebih pada pengembangan kebijakan, biasanya kegiatan ini lebih banyak dilakukan oleh Lembaga Non Pemerintah (NGO’s). Selain itu perencanaan partisipatif banyak dilakukan di tingkat mikro seperti pada tingkat masyarakat maupun di tingkat individu.
Secara garis besar perencanaan partisipatif mengandung makna adanya keikutsertaan masyarakat dalam proses perencanaan pembangunan, mulai dari melakukan analisis masalah mereka, memikirkan bagaimana cara mengatasinya, mndapatkan rasa percaya diri untuk mengatasi masalah, mengambil keputusan sendiri tentang alternatif pemecahan masalah apa yang ingin mereka atasi.
Tiga alasan utama mengapa perencanaan partisipatif dibutuhkan, yaitu (Conyers, 1991, 154-155)
  1. Alasan pertama partisipasi masyarakat merupakan suatu alat guna memperoleh informasi mengenai kondisi, kebutuhandan sikap masyarakat setempat yang tanpa kehadirannya program pembangunan serta proyek-proyek akan gagal.
  2. Alasan kedua adalah bahwa masyarakat akan lebih mempercayai kegiatan atau proram pembangunan jika merasa dilibatkan dalam proses persiapan dan perencanaannya, karena mereka akan lebih mengetahui seluk beluk program tersebut dan akan mempunyai rasa memiliki terhadap program tersebut.
  3. Alasan ketiga adalah karena timbul anggapan bahwa merupakan suatu hak demokrasi bila masyarakat dilibatkan dalam proses pembangunan.
Alasan lainnya dikemukakan oleh Amartya Sen dimana Ia mengemukana ada 3 alasan mengapa harus ada demokasi dan Perencanaan Partisipatif (Amartya Sen, 1999:148)
  1. Demokrasi dan partisipasi sangat penting peranannya dalam pengembangan kemampuan dasar.
  2. Instrumental role untuk memastikan bahwa rakyat bisa mengungkapkan dan mendukung klaim atas hak-hak mereka, di bidang politik maupun ekonomi
  3. Constructive role dalam merumuskan “kebutuhan” rakyat dalam konteks sosial.
Sejarah Partisitasi dalam Pembangunan
Pada tahun 1960-an, yang dimaksud dengan partisipasi adalah adanya transfer atau alih pengetahuan atau teknologi dari luar untuk menjadikan orang atau masyarakat mampu menolong dirinya sendiri.
Pada tahun 1970-an Partisipasi lebih dikenal sebagai usaha untuk mengentaskan kemiskinan dan berkaitan dengan kases terhadap sumber-sumber pembangunan. Ada 3 perspektif besar:
  1. Masyarakat berpartisipasi sebagai pihak yang menerima manfaat dari pembangunan. Partisipasi dilakukan untuk masyarakat, umumnya masyarakat diundang untuk ditanyakan apa kebutuhan mereka yang nantinya akan dimasukkan dalam program pembangunan.
  2. Partisipasi dilihat sebagai suatu proses dan di kendalikan oleh orang-orang yang mengenalikan pembangunan. Partisipasi ini berkaitan pula dengan demokrasi dan keadilan.
  3. Partisipasi melibatkan bekerja dengan masyarakat daripada bekerja untuk mereka. Partisipasi bentuk ini lebih melihat hubungan antara pelaksana pembangunan dan pemanfaan hasil pembangunan.
Pada tahun 1980-an Partisipasi dikenal dengan istilah Proyek dalam Masyarakat, dan ini menyebabkan semakin dikenalnya partisipasi sebagai suatu pendekatan dalam proyek-proyek dan program-program pembangunan. Terdapat 2 paradigma yang berkembang saat ini, yaitu:
  1. Metode yang dipromosikan oleh lembaga-lembaga seperti Stakeholder analysis, social analysis, beneficiary assessment, logical framework analysis. Semua ini merupakan toolkits yang diterapkan oleh perencana sosial untuk mempromosikan partisipasi ditingkat pemangku kepentingan dalam melakukan pengidentifikasian di tingkat awal.
  2. Metode-metode yang dipromosikan oleh pengembang metode partisipatori seperti PRA, Rapid Rural Appraisal, Partisipatory Learning and Action, Partisipatory Appraisal and Learning Methods dan sebagainya yang memungkina masyarakat untuk berbagi, mengenal dan menganalisa pengetahuan yang mereka miliki serta kondisi mereka dan melakukan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan.
Pada tahun 1990-an Partisipasi lebih dilihat sebagai kemitraan, koordinasi atau kepemilikan dari program dan adanya fungsi kontrol/ kendali dari masyarakat itu sendii terhadap sumber daya yang mereka miliki. Pada dekade ini mulai ada perubahan paradigma mengenai apa yang disebut masyarakat, mulai ada perubahan dari penerima manfaat dari pembangunan kepada pemangku kepentingan, dengan asumsi kalau masyarakat disebut sebagai penerima manfaat sifatnya lebih pasif dibandingkan dengan masyarakat sebagai pemangku kepentingan.
Pada tahun 2000-an Partisipasi mulai berubah yang dahulu hanya berkisar pada lingkungan mikro saat ini mulai merambah ke tataran makro, dengan adanya partisipasi dalam penentuan atau pembentukan kebijakan.
Tipologi Partisipasi Masyarakat atau Individu
Passive Participation, masyarakat berpartisipasi karena memang diharuskan untuk ikut serta dalam proses pembangunan, tanpa ada kemampuan untuk merubah.
Participation in information giving, partisipasi masyarakat hanya sebatas memberikan informasi yang dibutuhkan oleh perencana pembangunan dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan. Namun masyarakat tidak punya kemampuan untuk mempengaruhi mempengaruhi dalam pembuatan pertanyaan, dan tidak ada kesempatan untuk mencek ketepatan dari hasil penelitian yang telah dilakukan.
Participation by consultation, partisipasi masyarakat dilakukan dalam bentuk konsultasi, ada pihak luar sebagai pendengar yang berusaha mendefinisikan permasalahan yang dihadapi masyarakat dan merumuskan solusinya. Dalam proses konsultasi ini tidak ada pembagian dalam penentuan keputusan, semua dikerjakan oleh pihak luar yang diberi mandat untuk mngerjakan ini.
Participation for material incentives, partisipasi ini lebih pada masyarakat memberikan sumber daya yang mereka punya seperti tenaga dan tanah, kemudian akan diganti dalam bentuk makanan, uang, atau penggantian dalam bentuk materi lainnya.
Functional participation, partisipasi masyarakat terjadi dengan membentuk kelompok-kelompok atau kepanitiaan yang diprakarsai/ didorong oleh pihak luar.
Interactive participation, masyarakat dilibatkan dalam menganalisis dan perencanaan pembangunan. Dalam tipe partisipasi ini, kelompok mungkin saja dapat dibentuk bersama-sama dengan lembaga donor dan mempunyai tugas untuk mengendalikan dan memutuskan semua permasalahan yang terjadi di tingkat lokal.
Self-mobilization, masyarakat secara mandiri berinisiatif untuk melakukan pembangunan tanpa ada campur tangan dari pihak luar, kalau pun ada, peran pihak luar hanya sebatas membantu dalam penyusunan kerangka kerja. Mereka mempunyai fungsi kontrol penuh terhadap sumber daya yang akan digunakan untuk mencapai kesejahteraan masyarakatnya.
Catalysing change, Partisipasi dengan membentuk agen perubah dalam masyarakat yang nantinya dapat mengajak atau mempengaruhi masyarakatnya untuk melakukan perubahan.
Optimum Participation, lebih memfokuskan pada konteks dan tujuan dari pembangunan dan itu akan turut menetukan bentuk dari partisipasi yang akan dipergunakan. Partisipasi akan optimal jika turut memperhatikan secara detail pada siapa yang akan berpartisipasi karena tidak semua orang dapat berpartisipasi, dan dengan metode ini pula dapat membantu menentukan strategi yang optimal dalam pembangunan.
Manipulation, ada sejumlah partisipasi namun tidak memiliki kekuasaan yang nyata, masyarakat membentuk suatu kelompok atau kepanitiaan namun tidak memiliki kekuasaan untuk menentukan arah pembangunan.
Permasalahan dalam Perencanaan Partisipatif.
  1. Keterlibatan masyarakat akan terjadi secara sukarela jika perencanaan dilakukan secara desentralisasi, dan kegiatan pembangunan selalu diarahkan pada keadaan atau kepentingan masyarakat. Jika hal ini tidak terjadi maka partisipasi masyarakat akan sulit terjadi karena masyarakat tidak akan berpartisipasi jika kegiatan dirasa tidak menarik minat mereka atau partisipasi mereka tidak berpengaruh pada rencana akhir.
  2. Partisipasi akan sulit terjadi apabila di dalam suatu masyarakat tidak mengetahui atau tidak mempunyai gagasan mengenai rangkaian pilihan yang seharusnya mereka pilih, maka tidak mengherankan apabila masyarakat, terutama masyarakat pedesaan, sering meminta hal-hal yang tidak mungkin atau hal lain yang sebenarnya bukan merupakan kebutuhan mereka. Jadi ada kemungkinan skala prioritas akan berbeda antara pihak pemerintah dan masyarakat.
  3. Batasan dari wilayah kerja dapat menjadi permasalahan, hal ini berkaitan dengan batas wilayah administratif atau batas wilayah komunitas (adat). Terkadang masyarakat yang akan dibina dibatasi oleh wilayah administratif (negara), namun pada kenyataannya masyarakat yang akan dibina mempunyai suatu ikatan (batasan adat) lain yang turut menetukan luas wilayah mereka. Hal ini berkaitan dengan penentuan wilayah kerja dan pelibatan partisipasi masyarakat.
  4. Permasalah lain adalah berkaitan dengan perwakilan yang ditunjuk, terkadang wakil masyarakat yang ditunjuk sebagai penentu kebijakan atau dalam pembuatan perencanaan sosial tidak mengakomodir elemen-elemen yang ada di dalam masyarakat, perlu diingat bahwa masyarakat tidak selalu homogen. Maka akan ada potensi konflik apabila perwakilan yang ditunjuk tidak mengakomodir kepentingan masyarakat.
  5. Adanya kesenjangan komunikasi antara perencana sosial dengan petugas lapangan yang bertugas mengumpulkan informasi guna penyusunan perencanaan sosial. Ada usaha untuk melibatkan masyarakay lokal dalam pengumpulan informasi namun tingkat kemampuan masyarakat lokal beragam dan terkadang tidak sesuai dengan harapan para perencana.
  6. Tidak terpenuhinya harapan juga turut menghambat adanya partisipasi msyarakat, seperti tidak berpengaruhnya partisipasi mereka terhadap hasil pembangunan, adanya ekspektasi yang berlebih dari masyarakat yang tidak terpenuhi, atau bahkan pelaksanaan tidak sesuai dengan perencanaan yang telah disusun secara bersama.
  7. Permasalah lain yang berkaitan dengan perencanaan partisipatif adalah adanya anggapan bahwa perencanaan partisipatif adalah suatu kegiatan yang tidak efektif dan membuang-buang waktu. Memang perencanaan partisipatif bukanlah suatu perkara yang mudah, karena melibatkan masyarakat dalam proses perencanaan membutuhkan waktu, uang dan tenaga yang tidak sedikit. Perencanaan partisipatif pun membutuhkan kapasitas organisasi yang tidak kecil.
  8. Ada konflik yang timbul antara kepentingan daerah atau lokal dengan kepentingan nasional. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan sudut pandang, disatu sisi pemerintah pusat memandang bahwa hal tertentu merupakan prioritas utama, namun disatu sisi pemerintah daerah atau masyarakat hal tersebut bukanlah prioritas utama.
Daftar Referensi
Adi, Isbandi Rukminto. (2008). Intervensi Komunitas: Pengembangan Masyarakat sebagai Upaya Pemberdayaan Masyarakat. Cet 1. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada.
Conyers, Diana. (1991). Perencanaan Sosial di Dunia Ketiga: Suatu Pengantar. Ed 2. (Penerjemah: Susetiawan). Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Mikkelsen, Britha. (2005) Methods for Development Work and Research: A New Guide for Practitioners. 2nd Ed. California: Sage Publication
You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You canleave a response, or trackback from your own site.
»»  READMORE...

Kamis, 06 Desember 2012


Peraturan Yang Aneh Di Dunia



Berita- aneh - Anda mau tahu peraturan - peraturan aneh dan konyol di setiap negara republik maupun negara bagian yang sangat berbeda berbeda tapi sangat unik untuk di cermati ini..?


1. ARIZONA :

1. Pemerintah Arizona melarang para pemburu melakukan aktivitas pemburuan onta di Arizona.
2. Dilarang menirukan gaya Pendeta / Pastor setempat.
3. Dilarang mengendarai mobil tanpa sepatu. (berarti tanpa baju boleh dong... wkwkwkw)
4. Dilarang bermain domino di hari Minggu.
5. Dilarang memakai kumis palsu di gereja.
6. Hukuman mati diberlakukan bagi siapapun yang menaburkan garam di atas rel kereta api.
7. Dilarang mengendarai mobil dengan mata tertutup. (hahahaha..kalo ini mah ndak ush di buat peraturan, sapa lagi yg mau kecuali kalo mau bnh diri)


2.ALASKA :

1. Dilarang memfoto beruang yang lagi tidur.
2. Dilarang mengikat anjing peliharaan di atas kap / atap mobil.
3. Dilarang memberi minum bir pada rusa.
4. Dilarang berjalan2 sambil membawa busur dan anak panah.


3. ARKANSAS :

1. Pria diizinkan memukuli istrinya, tapi tidak boleh lebih dari 1 kali sebulan.
2. Dilarang memelihara buaya di dalam bathtub.
3. Pria dan wanita yang ketahuan saling menggoda di tengah jalan, akan dikenakan 30 hari penjara.
4. Dilarang membawa sapi berjalan-jalan di jalan utama setelah lewat jam 1 dini hari di hari Minggu..


4. CALIFORNIA :

1. Binatang peliharaan dilarang dibiarkan berhubungan intim di sekitar lokasi sekolah, taman, dan tempat ibadah.
2. Wanita dilarang mengendarai mobil mengenakan daster.
3. Mobil tanpa pengemudi dilarang ngebut di jalan.
4. Dilarang bersepeda di kolam renang.
5. Dilarang mengenakan sepatu boot koboi, kecuali Anda memelihara sapi minimal 2 ekor.
6. Dilarang memelihara binatang berwarna hijau dan berbau menyengat.
7. Dilarang bermain bowling di trotoar.


5. COLORADO :

1. Dilarang berdebat dengan polisi, kecuali kendaraan Anda dihentikan olehnya.
2. Dilarang mendirikan bangunan di tengah jalan.


6. CONNECTICUT

1. Dilarang mengendarai sepeda dengan kecepatan lebih dari 90 km /jam.
2. Pria dilarang mencium istrinya di hari Minggu.
3. Mobil pemadam kebakaran tidak diizinkan ngebut lebih dari 40 km /jam, walau sedang menuju ke lokasi kebakarang sekalipun.
4. Penata rias / kecantikan dilarang bersiul, berdendang, ataupun bernyanyi saat melayani pelanggan.


7. FLORIDA :

1. Konstitusi Negara menjamin babi2 hamil bebas dari ancaman penjara, untuk tindakan apapun yang mereka lakukan.
2. Denda akan diberikan pada wanita yang tertidur saat rambutnya di-hair dryer, kecuali dia adalah pemilik salon.
3. Dilarang bernyanyi di depan umum sambil mengenakan pakaian renang.
4. Dilarang kentut di tempat umum setelah jam 6 sore.
5. Dilarang memecahkan piring dan gelas lebih dari 3 buah sehari.


8. NEW YORK :

1. Dilarang menyapa orang sambil ngupil.
2. Dilarang mengenakan sandal setelah lewat jam 10 malam.
3. Pria dilarang keluar dengan mengenakan jaket dan celana yang gak matching.
4. Pria dilarang keluar rumah topless (tidak mengenakan baju atasan). Ini adalah hukum tertua di New York karena telah diberlakukan sejak tahun 1900.
5. Dilarang menyeruput sup.
6. Dilarang makan sambil berenang di lautan.


9. WASHINGTON :

1. Dilarang menyusui anak di tempat umum.
2. Dilarang menari dan minum di waktu bersamaan.


THAILAND :

* Dilarang keluar rumah tanpa mengenakan celana dalam. (nah ini ni..kyknya kalo di Thailand tetep byk yg langgar tuh... hohohoho)


PHILIPINA :

Kendaraan bernomor akhir 1 atau 2 tidak diizinkan beroperasi di hari Senin. Sedangkan angka 3 & 4 tidak boleh di hari Selasan, 5 & 6 tidak boleh di hari Rabu, 7 & 8 tidak boleh di hari Kamis, 9 & 0 tidak boleh di hari Jumat. Peraturan ini berlaku sejak pukul 07.00 pagi setiap harinya.


SWISS :

1. Dilarang berkebun di hari minggu. Alasannya : BERISIK!!!
2. Walau warga Swiss dilarang menjual, membeli, menyelundupkan, dan memproduksi minuman beralkohol, tapi mereka dizinkan untuk mengkonsumsinya.


SWEDIA :

* Dilarang mengecat rumah tanpa ijin dari pemerintah dan harus menggunakan cat yang sudah mendapat sertifikat / ijin dari pemerintah.


KOREA SELATAN :

* Para polisi wajib melaporkan jumlah uang suap yang mereka terima dari para pengendara yang mereka tilang.


SINGAPURA :

1. Dilarang menjual Permen karet di Singapura.
2. Dilarang berjalan tanpa busana (bugil).
3. Tidak menyiram setelah buang air di toilet, dapat dikenakan denda.Jika Anda tertangkap basah meludah sebanyak 3X, Anda diwajibkan membersihkan jalan di hari Minggu dengan menenteng tulisan di dada “I am a Litterer” (Saya seorang Peludah)D
4. Dilarang pipis di dalam lift / elevator.


UNITED KINGDOM :

1. Dilarang menjual sayuran di hari minggu (kecuali wortel).
2. Wanita dilarang makan coklat di tempat umum.
3. Mengambil barang yang dibuang, dapat diancam hukuman Pidana Terorisme.


MEKSIKO :

1. Wanita yang bekerja di kantor pemerintahan dilarang mengenakan rok mini atau pakaian yang dapat “memprovokasi” rekan kerjaselama jam kerja.
2. Dilarang memaki di tempat umum.


ITALIA :

1. Pria yang mengenakan rok mini di tempat umum dikenakan hukuman kurungan.
2. Memukul orang dengan kepalan tangan diancam hukum pidana penganiayaan. Tapi menghajar orang dengan meja dan kursi dapat dianggap membela diri.


AUSTRALIA :

1. Anak-anak berusia di atas 18 tahun dilarang membeli rokok, tapi diizinkan merokok.
2. Dilarang mengangkat telepon pada deringan pertama.
3. Hanya Petugas Listrik berizin yang boleh mengganti lampu rumah.
4. Dilarang mengenakan celana Hot Pink di hari minggu.


YUNANI :

* Dilarang mengenakan topi di stadium olahraga, karena dapat mengganggu pandangan orang lain.


CHINA :

* Hanya anak cerdas yang boleh kuliah (dan ini harus bisa dibuktikan dengan ijazah ujian Negara yang diterimanya) .


KANADA :

1. Dilarang mencopot plester luka di tempat umum.
2. Dilarang menyirami tananam di kebun saat sedang hujan.
3. Dilarang pipis di semua tempat di Kanada (kecuali toilet rumah Anda sendiri)...aduh kasihan bgt kalo yg beser ato kebelet boker
4. Dilarang memanjat pohon.


PERANCIS :

1. Dilarang berciuman di kereta bawah tanah.
2. Dilarang menamai babi peliharaan Anda “Napoleon”.


ISRAEL :

1. Dilarang memelihara babi di tanah Israel .. Orang yang melakukannya akan ditembak mati.
2. Dilarang ngupil di hari Sabat (Sabtu / Minggu).
3. Dilarang naik sepeda, kecuali punya izin mengendarai sepeda.

Sumber. http://berita-aneh.blogspot.com/2011/02/peraturan-yang-aneh-di-dunia.html
»»  READMORE...

RAM (Random Access Memory) DDR4


RAM (Random Access Memory)  kini akan menuju standar seri teknologi terbaru, DDR4. Standar memori DDR4 ini diperkirakan akan mulai diproduksi pada tahun 2013 mendatang.



Pada pertengahan bulan Februari 2012 lalu, standar memori DDR4 sudah didemonstrasikan diajang ISSCC (International Solid-State Circuits Conference).





Menurut informasi, RAM tersebut bekerja pada kecepatan 2400Mhz (2400Mb per detik) dan membutuhkan daya sebesar 1,2 volt.


Kabar terakhir menyebutkan, Samsung, mengumumkan bahwa mereka telah menciptakan DDR4 DRAM pertama di Dunia. Samsung mengatakan bahwa memori modul DDR3 yang digunakan saat ini membutuhkan daya sekitar 1.5V arus listrik, sedangkan modul DDR4 yang baru akan menggunakan hanya 1.2V.


Mudah-mudahan saja kemunculan memory ini bisa lebih cepat diproduksi secara masal dari waktu yang diperkirakan, dan harganya pun tidak terlalu mahal.
Sumber. Artikel IT
»»  READMORE...