Ruang
terbuka hijau dan peraturan lansekap kota
Undang-undang
Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang pasal 29 ayat 2 menetapkan
proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota paling sedikit 30 persen dari
luas wilayah kota dan ayat 3 menetapkan proporsi ruang terbuka hijau
publik pada wilayah kota paling sedikit 20 persen dari luas wilayah kota.
Bagi
kota Jakarta dan barangkali juga bagi kota-kota besar lainnya di Indonesia, ini
adalah pekerjaan rumah yang sangat berat. Kondisi ruang terbuka hijau publik di
Jakarta sekarang ini menurut data terakhir baru mencapai angka lebih kurang 10
persen. Sedangkan target pengembangan ruang terbuka hijau dalam Rencana Tata
Ruang Wilayah Proponsi DKI Jakarta 2010, ditetapkan lebih kurang 15 persen.
Luas propinsi DKI Jakarta lebih kurang 650 km2. Berarti masih dibutuhkan
penambahan areal ruang terbuka hijau sebesar 32,5 juta m2 lagi. Kalau saja
diasumsikan harga tanah paling murah di Jakarta saat ini Rp 400.000 per m2
maka dibutuhkan biaya sebesar Rp 13 triliun. Maka apabila harus memenuhi target
20 persen berarti biaya yang diperlukan dua kali lipatnya yaitu Rp 26 triliun.
Jelas hal tersebut akan sangat memberatkan APBD DKI Jakarta. Oleh karena itu
tidak ada pilihan lain untuk mencapai angka 30 persen tersebut yang harus
dilakukan adalah promosi pengadaan ruang terbuka hijau privat di pekarangan
rumah, perkantoran, industri, hotel, rumah sakit dan lain
sebagainya. Selain itu pembangunan rumah susun menggantikan hunian-hunian padat
dan kumuh juga merupakan salah satu cara untuk meningkatkan cadangan ruang
terbuka hijau privat. Pencadangan ruang terbuka hijau privat ini hanya bisa
dicapai melalui regulasi yang ketat yaitu melalui peraturan lansekap kota,
yang dapat dikatakan tidak satupun kota-kota di Indonesia memilikinya.
Ketiadaan
peraturan lansekap kota juga telah mengakibatkan penataaan ruang terbuka hijau
di kota-kota besar Indonesia sangat amburadul. Di Jakarta misalnya bisa kita
jumpai banyak pohon yang menyeberang jalan akibat pelebaran jalan tetapi
tidak ditebang, sehingga berpotensi meyebabkanpengendara sepeda motor tumbang
karena menabrak pohon. Banyak juga rambu-rambu lalulintas yang tertutup
dedaunan dan batang pepohonan sehingga terhalang dari pandangan, menyebabkan
terjadinya pelanggaran lalulintas. Tata cara penanaman pohon seenaknya tidak
memperhatikan keindahan dan kepentingan kota lainnya. Penyerobotan trotoar
untuk tanaman hias di lingkungan perumahan oleh pemilik rumah dibelakangnya
juga marak, seperti yang terjadi di Pondok Indah dan sama sekali tidak
menyisakan ruang untuk pejalan kaki. Hal ini sangat bertentangan dengan
kaidah penataan lansekap kota bahwa trotoar diprioritaskan untuk pejalan kaki
dan harus ditanami pohon peneduh, bukan tanaman hias. Jarak penanaman pohon
sepanjang jalan sering tidak beraturan dan jaraknya ke pinggiran trotoar
terlalu sempit dan membahayakan kendaraan. Pemilihan pepohonan juga
terkesan asal-asalan tidak mengacu kepada standar manual tentang jenis-jenis
pohon yang diperkenankan untuk ditanam.
Peraturan
lansekap kota adalah merupakan salah satu bagian dari peraturan zonasi kota dan
mempunyai tujuan sebagai berikut :
Mencegah
terjadinya erosi lereng daerah sepanjang sungai / pebukitan melalui penanaman
kembali vegetasi.
Melindungi
manusia dari dampak negatif energi surya dengan menyediakan bayang-bayang pohon
di atas jalan, jalur pejalan kaki, area parkir dan area perkerasan lainnya.
Memelihara
( konservasi ) air tanah dangkal untuk tujuan penyiraman / irigasi tanaman
dan pepohonan
Mengurangi
resiko kebakaran melalui perencanaan dan tata letak tumbuhan yang mudah
terbakar.
Memperbaiki
kinerja lingkungan terbangun dengan peningkatan kualitas dan kuantitas
lansekap.
Materi
yang diatur antara lain :
A.
Persyaratan umum penanaman dan irigasi.
1. Jumlah
pohon dan jenis tanaman.
Mengatur
tentang jumlah titik penanaman pepohonan dan
jenis-jenis tanamannya pada satuan luas tertentu
sesuai dengan penggunaan lahannya ( daerah industri,perumahan, komersial dan
lain sebagainya ), mengacu kepada standar manual yang ada.
2.
Persyaratan material pepohonan.
Mengatur
antara lain tentang larangan penanaman dengan species tanaman yang bersifat
“invasive” ( menyerang ), keharusan penyediaan daerah akar untuk setiap pohon
antara 1,50 m2 sampai dengan 3,60 m2, keharusan merawat pohon-pohon
sedemikian rupa sehingga semua cabangnya berada di atas jalur pejalan kaki
minimum 1,80 meter di atas permukaan jalur tersebut dan cabang-cabang di atas
jalur kendaraan berada 4,20 meter di atas permukaan jalur tersebut, keharusan
menanam tanaman asli yang benar-benar tanaman lokal, dan lain sebagainya.
3.Persyaratan
irigasi
Mengatur
antara lain tentang jaminan semua material tanaman memiliki sistim irigasi otomatis
dan permanen di bawah permukaan tanah dan dirancang agar kebutuhan air
mencukupi bagi semua tanaman, cipratan air tidak boleh melintasi garis batas
properti atau area yang diperkeras untuk pejalan kaki dan sirkulasi kendaraan,
dan lain sebagainya.
4.Persayaratan
luas penanaman
Mengatur
tentang luas minimum lahan terbuka yang harus ditanami.
B.
Persyaratan penanaman area dan jumlah penanaman pada pekarangan sisi jalan dan
pekarangan sisa.
Mengatur
tentang luas penanaman minimum pekarangan sisi jalan ( antara garis sempadan
jalan dan garis sempadan bangunan ) maupun pekarangan sisa ( belakang dan
samping ) sesuai dengan jenis penggunaan lahannya. Misalnya pada hunian unit
tunggal maupun rumah susun, minimal 50 % dari luas pekarangan sisi jalan harus ditanami
dengan jumlah titik pohon wajib 0,05 titik/m2, untuk daerah komersial 30 %,
industri 20 %. Untuk pekarangan sisa 3,60 m2 per pohon.
C.
Persyaratan pohon jalan dan badan jalan publik.
Persyaratan
pohon jalan meliputi jumlah pohon dan lokasinya. Jumlah pohon yang diwajibkan
ditetapkan 24 inch2 untuk setiap 9 meter frontage. Jarak spasi pohon yang
ditanam dapat bervariasi untuk mengakomodasi kondisi atau pertimbangan desain (
misalkan satu pohon palem berbatang coklat dengan tinggi 3 m untuk setiap 6 meter
frontage jalan ). Apabila kondisi tapak (parkway) tidak memungkinkan
penanaman pohon maka pohon-pohon dapat ditempatkan pada property privat dalam
jarak 3 meter dari garis sempadan jalan di sepanjang frontage tersebut. Lokasi
penanaman pohon adalah antara pinggiran trotoar sampai batas pagar property,
ditempatkan sekurang-kurangnya pada jarak 2,10 meter dari muka pinggir trotoar
di atas jalan utama / arteri atau jalan cepat yang mempunyai kecepatan
kendaraan 90 km / jam. Untuk klasifikasi jalan lainnya tidak lebih lebih dekat
dari 1,20 meter dari pinggiran trotoar. Pohon-pohon jalan harus dijauhkan dari
perlengkapan kota pada`jarak minimum 6 meter terhadap rambu lalulintas, 1,5
meter dari jaringan utilitas bawah tanah, 3 meter dari hidran, tiang-tiang listrik,
telepon dan lain sebagainya. Pada setiap persimpangan harus ada daerah bebas
pohon dalam radius 7,5 meter dan hanya boleh ditanami tumbuhan semak yang
tingginya tidak boleh lebih dari 60 cm, sehingga tidak menutupi lampu
lalulintas.
Ketiadaan
peraturan lansekap kota juga telah mengakibatkan penataaan ruang terbuka hijau
di kota-kota besar Indonesia sangat amburadul. Di Jakarta misalnya bisa kita
jumpai banyak pohon yang menyeberang jalan akibat pelebaran jalan tetapi
tidak ditebang, sehingga berpotensi meyebabkanpengendara sepeda motor tumbang
karena menabrak pohon. Banyak juga rambu-rambu lalulintas yang tertutup
dedaunan dan batang pepohonan sehingga terhalang dari pandangan, menyebabkan
terjadinya pelanggaran lalulintas. Tata cara penanaman pohon seenaknya tidak
memperhatikan keindahan dan kepentingan kota lainnya. Penyerobotan trotoar
untuk tanaman hias di lingkungan perumahan oleh pemilik rumah dibelakangnya
juga marak, seperti yang terjadi di Pondok Indah dan sama sekali tidak
menyisakan ruang untuk pejalan kaki. Hal ini sangat bertentangan dengan
kaidah penataan lansekap kota bahwa trotoar diprioritaskan untuk pejalan kaki
dan harus ditanami pohon peneduh, bukan tanaman hias. Jarak penanaman pohon
sepanjang jalan sering tidak beraturan dan jaraknya ke pinggiran trotoar
terlalu sempit dan membahayakan kendaraan. Pemilihan pepohonan juga
terkesan asal-asalan tidak mengacu kepada standar manual tentang jenis-jenis
pohon yang diperkenankan untuk ditanam.
Peraturan
lansekap kota adalah merupakan salah satu bagian dari peraturan zonasi kota dan
mempunyai tujuan sebagai berikut :
Mencegah
terjadinya erosi lereng daerah sepanjang sungai / pebukitan melalui penanaman
kembali vegetasi.
Melindungi
manusia dari dampak negatif energi surya dengan menyediakan bayang-bayang pohon
di atas jalan, jalur pejalan kaki, area parkir dan area perkerasan lainnya.
Memelihara
( konservasi ) air tanah dangkal untuk tujuan penyiraman / irigasi tanaman
dan pepohonan
Mengurangi
resiko kebakaran melalui perencanaan dan tata letak tumbuhan yang mudah
terbakar.
Memperbaiki
kinerja lingkungan terbangun dengan peningkatan kualitas dan kuantitas
lansekap.
Materi
yang diatur antara lain :
A.
Persyaratan umum penanaman dan irigasi.
1. Jumlah
pohon dan jenis tanaman.
Mengatur
tentang jumlah titik penanaman pepohonan dan
jenis-jenis tanamannya pada satuan luas tertentu
sesuai dengan penggunaan lahannya ( daerah industri,perumahan, komersial dan
lain sebagainya ), mengacu kepada standar manual yang ada.
2.
Persyaratan material pepohonan.
Mengatur
antara lain tentang larangan penanaman dengan species tanaman yang bersifat
“invasive” ( menyerang ), keharusan penyediaan daerah akar untuk setiap pohon
antara 1,50 m2 sampai dengan 3,60 m2, keharusan merawat pohon-pohon
sedemikian rupa sehingga semua cabangnya berada di atas jalur pejalan kaki
minimum 1,80 meter di atas permukaan jalur tersebut dan cabang-cabang di atas
jalur kendaraan berada 4,20 meter di atas permukaan jalur tersebut, keharusan
menanam tanaman asli yang benar-benar tanaman lokal, dan lain sebagainya.
3.Persyaratan
irigasi
Mengatur
antara lain tentang jaminan semua material tanaman memiliki sistim irigasi otomatis
dan permanen di bawah permukaan tanah dan dirancang agar kebutuhan air
mencukupi bagi semua tanaman, cipratan air tidak boleh melintasi garis batas
properti atau area yang diperkeras untuk pejalan kaki dan sirkulasi kendaraan,
dan lain sebagainya.
Mengatur
tentang luas minimum lahan terbuka yang harus ditanami.
B.
Persyaratan penanaman area dan jumlah penanaman pada pekarangan sisi jalan dan
pekarangan sisa.
Mengatur
tentang luas penanaman minimum pekarangan sisi jalan ( antara garis sempadan
jalan dan garis sempadan bangunan ) maupun pekarangan sisa ( belakang dan
samping ) sesuai dengan jenis penggunaan lahannya. Misalnya pada hunian unit
tunggal maupun rumah susun, minimal 50 % dari luas pekarangan sisi jalan harus ditanami
dengan jumlah titik pohon wajib 0,05 titik/m2, untuk daerah komersial 30 %,
industri 20 %. Untuk pekarangan sisa 3,60 m2 per pohon.
C.
Persyaratan pohon jalan dan badan jalan publik.
Persyaratan
pohon jalan meliputi jumlah pohon dan lokasinya. Jumlah pohon yang diwajibkan
ditetapkan 24 inch2 untuk setiap 9 meter frontage. Jarak spasi pohon yang
ditanam dapat bervariasi untuk mengakomodasi kondisi atau pertimbangan desain (
misalkan satu pohon palem berbatang coklat dengan tinggi 3 m untuk setiap 6 meter
frontage jalan ). Apabila kondisi tapak (parkway) tidak memungkinkan
penanaman pohon maka pohon-pohon dapat ditempatkan pada property privat dalam
jarak 3 meter dari garis sempadan jalan di sepanjang frontage tersebut. Lokasi
penanaman pohon adalah antara pinggiran trotoar sampai batas pagar property,
ditempatkan sekurang-kurangnya pada jarak 2,10 meter dari muka pinggir trotoar
di atas jalan utama / arteri atau jalan cepat yang mempunyai kecepatan
kendaraan 90 km / jam. Untuk klasifikasi jalan lainnya tidak lebih lebih dekat
dari 1,20 meter dari pinggiran trotoar. Pohon-pohon jalan harus dijauhkan dari
perlengkapan kota pada`jarak minimum 6 meter terhadap rambu lalulintas, 1,5
meter dari jaringan utilitas bawah tanah, 3 meter dari hidran, tiang-tiang listrik,
telepon dan lain sebagainya. Pada setiap persimpangan harus ada daerah bebas
pohon dalam radius 7,5 meter dan hanya boleh ditanami tumbuhan semak yang
tingginya tidak boleh lebih dari 60 cm, sehingga tidak menutupi lampu
lalulintas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar