Senin, 09 April 2012

Ruang terbuka hijau dan peraturan lansekap kota



Ruang terbuka hijau dan peraturan lansekap kota
Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang pasal 29 ayat 2 menetapkan proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota paling sedikit 30 persen dari luas wilayah kota dan ayat 3 menetapkan proporsi ruang terbuka hijau publik pada wilayah kota paling sedikit 20 persen dari luas wilayah kota.
Bagi kota Jakarta dan barangkali juga bagi kota-kota besar lainnya di Indonesia, ini adalah pekerjaan rumah yang sangat berat. Kondisi ruang terbuka hijau publik di Jakarta sekarang ini menurut data terakhir baru mencapai angka lebih kurang 10 persen. Sedangkan target pengembangan ruang terbuka hijau dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Proponsi DKI Jakarta 2010, ditetapkan lebih kurang 15 persen. Luas propinsi DKI Jakarta lebih kurang 650 km2. Berarti masih dibutuhkan penambahan areal ruang terbuka hijau sebesar 32,5 juta m2 lagi. Kalau saja diasumsikan harga tanah paling murah di Jakarta saat ini Rp 400.000 per m2 maka dibutuhkan biaya sebesar Rp 13 triliun. Maka apabila harus memenuhi target 20 persen berarti biaya yang diperlukan dua kali lipatnya yaitu Rp 26 triliun. Jelas hal tersebut akan sangat memberatkan APBD DKI Jakarta. Oleh karena itu tidak ada pilihan lain untuk mencapai angka 30 persen tersebut yang harus dilakukan adalah promosi pengadaan ruang terbuka hijau privat di pekarangan rumah, perkantoran, industri, hotel, rumah sakit dan lain sebagainya. Selain itu pembangunan rumah susun menggantikan hunian-hunian padat dan kumuh juga merupakan salah satu cara untuk meningkatkan cadangan ruang terbuka hijau privat. Pencadangan ruang terbuka hijau privat ini hanya bisa dicapai melalui regulasi yang ketat yaitu melalui peraturan lansekap kota, yang dapat dikatakan tidak satupun kota-kota di Indonesia memilikinya.

Ketiadaan peraturan lansekap kota juga telah mengakibatkan penataaan ruang terbuka hijau di kota-kota besar Indonesia sangat amburadul. Di Jakarta misalnya bisa kita jumpai banyak pohon yang menyeberang jalan akibat pelebaran jalan tetapi tidak ditebang, sehingga berpotensi meyebabkanpengendara sepeda motor tumbang karena menabrak pohon. Banyak juga rambu-rambu lalulintas yang tertutup dedaunan dan batang pepohonan sehingga terhalang dari pandangan, menyebabkan terjadinya pelanggaran lalulintas. Tata cara penanaman pohon seenaknya tidak memperhatikan keindahan dan kepentingan kota lainnya. Penyerobotan trotoar untuk tanaman hias di lingkungan perumahan oleh pemilik rumah dibelakangnya juga marak, seperti yang terjadi di Pondok Indah dan sama sekali tidak menyisakan ruang untuk pejalan kaki. Hal ini sangat bertentangan dengan kaidah penataan lansekap kota bahwa trotoar diprioritaskan untuk pejalan kaki dan harus ditanami pohon peneduh, bukan tanaman hias. Jarak penanaman pohon sepanjang jalan sering tidak beraturan dan jaraknya ke pinggiran trotoar terlalu sempit dan membahayakan kendaraan. Pemilihan pepohonan juga terkesan asal-asalan tidak mengacu kepada standar manual tentang jenis-jenis pohon yang diperkenankan untuk ditanam.
Peraturan lansekap kota adalah merupakan salah satu bagian dari peraturan zonasi kota dan mempunyai tujuan sebagai berikut :
Mencegah terjadinya erosi lereng daerah sepanjang sungai / pebukitan melalui penanaman kembali vegetasi.
Melindungi manusia dari dampak negatif energi surya dengan menyediakan bayang-bayang pohon di atas jalan, jalur pejalan kaki, area parkir dan area perkerasan lainnya.
Memelihara ( konservasi ) air tanah dangkal untuk tujuan penyiraman / irigasi tanaman dan pepohonan
Mengurangi resiko kebakaran melalui perencanaan dan tata letak tumbuhan yang mudah terbakar.
Memperbaiki kinerja lingkungan terbangun dengan peningkatan kualitas dan kuantitas lansekap.
Materi yang diatur antara lain :
A. Persyaratan umum penanaman dan irigasi.
1. Jumlah pohon dan jenis tanaman.
Mengatur tentang jumlah titik penanaman pepohonan dan jenis-jenis      tanamannya pada satuan luas tertentu sesuai dengan penggunaan lahannya ( daerah industri,perumahan, komersial dan lain sebagainya ), mengacu kepada standar manual yang ada.
2.   Persyaratan material pepohonan.
Mengatur antara lain tentang larangan penanaman dengan species tanaman yang bersifat “invasive” ( menyerang ), keharusan penyediaan daerah akar untuk setiap pohon antara 1,50 m2 sampai dengan 3,60 m2, keharusan merawat pohon-pohon sedemikian rupa sehingga semua cabangnya berada di atas jalur pejalan kaki minimum 1,80 meter di atas permukaan jalur tersebut dan cabang-cabang di atas jalur kendaraan berada 4,20 meter di atas permukaan jalur tersebut, keharusan menanam tanaman asli yang benar-benar tanaman lokal, dan lain sebagainya.
3.Persyaratan irigasi
Mengatur antara lain tentang jaminan semua material tanaman memiliki sistim irigasi otomatis dan permanen di bawah permukaan tanah dan dirancang agar kebutuhan air mencukupi bagi semua tanaman, cipratan air tidak boleh melintasi garis batas properti atau area yang diperkeras untuk pejalan kaki dan sirkulasi kendaraan, dan lain sebagainya.
4.Persayaratan luas penanaman
Mengatur tentang luas minimum lahan terbuka yang harus ditanami.
B. Persyaratan penanaman area dan jumlah penanaman pada pekarangan sisi jalan dan pekarangan sisa.
Mengatur tentang luas penanaman minimum pekarangan sisi jalan ( antara garis sempadan jalan dan garis sempadan bangunan ) maupun pekarangan sisa ( belakang dan samping ) sesuai dengan jenis penggunaan lahannya. Misalnya pada hunian unit tunggal maupun rumah susun, minimal 50 % dari luas pekarangan sisi jalan harus ditanami dengan jumlah titik pohon wajib 0,05 titik/m2, untuk daerah komersial 30 %, industri 20 %. Untuk pekarangan sisa 3,60 m2 per pohon.
C. Persyaratan pohon jalan dan badan jalan publik.
Persyaratan pohon jalan meliputi jumlah pohon dan lokasinya. Jumlah pohon yang diwajibkan ditetapkan 24 inch2 untuk setiap 9 meter frontage. Jarak spasi pohon yang ditanam dapat bervariasi untuk mengakomodasi kondisi atau pertimbangan desain ( misalkan satu pohon palem berbatang coklat dengan tinggi 3 m untuk setiap 6 meter frontage jalan ). Apabila kondisi tapak (parkway) tidak memungkinkan penanaman pohon maka pohon-pohon dapat ditempatkan pada property privat dalam jarak 3 meter dari garis sempadan jalan di sepanjang frontage tersebut. Lokasi penanaman pohon adalah antara pinggiran trotoar sampai batas pagar property, ditempatkan sekurang-kurangnya pada jarak 2,10 meter dari muka pinggir trotoar di atas jalan utama / arteri atau jalan cepat yang mempunyai kecepatan kendaraan 90 km / jam. Untuk klasifikasi jalan lainnya tidak lebih lebih dekat dari 1,20 meter dari pinggiran trotoar. Pohon-pohon jalan harus dijauhkan dari perlengkapan kota pada`jarak minimum 6 meter terhadap rambu lalulintas, 1,5 meter dari jaringan utilitas bawah tanah, 3 meter dari hidran, tiang-tiang listrik, telepon dan lain sebagainya. Pada setiap persimpangan harus ada daerah bebas pohon dalam radius 7,5 meter dan hanya boleh ditanami tumbuhan semak yang tingginya tidak boleh lebih dari 60 cm, sehingga tidak menutupi lampu lalulintas.
 

Ketiadaan peraturan lansekap kota juga telah mengakibatkan penataaan ruang terbuka hijau di kota-kota besar Indonesia sangat amburadul. Di Jakarta misalnya bisa kita jumpai banyak pohon yang menyeberang jalan akibat pelebaran jalan tetapi tidak ditebang, sehingga berpotensi meyebabkanpengendara sepeda motor tumbang karena menabrak pohon. Banyak juga rambu-rambu lalulintas yang tertutup dedaunan dan batang pepohonan sehingga terhalang dari pandangan, menyebabkan terjadinya pelanggaran lalulintas. Tata cara penanaman pohon seenaknya tidak memperhatikan keindahan dan kepentingan kota lainnya. Penyerobotan trotoar untuk tanaman hias di lingkungan perumahan oleh pemilik rumah dibelakangnya juga marak, seperti yang terjadi di Pondok Indah dan sama sekali tidak menyisakan ruang untuk pejalan kaki. Hal ini sangat bertentangan dengan kaidah penataan lansekap kota bahwa trotoar diprioritaskan untuk pejalan kaki dan harus ditanami pohon peneduh, bukan tanaman hias. Jarak penanaman pohon sepanjang jalan sering tidak beraturan dan jaraknya ke pinggiran trotoar terlalu sempit dan membahayakan kendaraan. Pemilihan pepohonan juga terkesan asal-asalan tidak mengacu kepada standar manual tentang jenis-jenis pohon yang diperkenankan untuk ditanam.
Peraturan lansekap kota adalah merupakan salah satu bagian dari peraturan zonasi kota dan mempunyai tujuan sebagai berikut :
Mencegah terjadinya erosi lereng daerah sepanjang sungai / pebukitan melalui penanaman kembali vegetasi.
Melindungi manusia dari dampak negatif energi surya dengan menyediakan bayang-bayang pohon di atas jalan, jalur pejalan kaki, area parkir dan area perkerasan lainnya.
Memelihara ( konservasi ) air tanah dangkal untuk tujuan penyiraman / irigasi tanaman dan pepohonan
Mengurangi resiko kebakaran melalui perencanaan dan tata letak tumbuhan yang mudah terbakar.
Memperbaiki kinerja lingkungan terbangun dengan peningkatan kualitas dan kuantitas lansekap.
Materi yang diatur antara lain :
A. Persyaratan umum penanaman dan irigasi.
1. Jumlah pohon dan jenis tanaman.
Mengatur tentang jumlah titik penanaman pepohonan dan jenis-jenis      tanamannya pada satuan luas tertentu sesuai dengan penggunaan lahannya ( daerah industri,perumahan, komersial dan lain sebagainya ), mengacu kepada standar manual yang ada.
2.   Persyaratan material pepohonan.
Mengatur antara lain tentang larangan penanaman dengan species tanaman yang bersifat “invasive” ( menyerang ), keharusan penyediaan daerah akar untuk setiap pohon antara 1,50 m2 sampai dengan 3,60 m2, keharusan merawat pohon-pohon sedemikian rupa sehingga semua cabangnya berada di atas jalur pejalan kaki minimum 1,80 meter di atas permukaan jalur tersebut dan cabang-cabang di atas jalur kendaraan berada 4,20 meter di atas permukaan jalur tersebut, keharusan menanam tanaman asli yang benar-benar tanaman lokal, dan lain sebagainya.
3.Persyaratan irigasi
Mengatur antara lain tentang jaminan semua material tanaman memiliki sistim irigasi otomatis dan permanen di bawah permukaan tanah dan dirancang agar kebutuhan air mencukupi bagi semua tanaman, cipratan air tidak boleh melintasi garis batas properti atau area yang diperkeras untuk pejalan kaki dan sirkulasi kendaraan, dan lain sebagainya.

4.Persayaratan luas penanaman
Mengatur tentang luas minimum lahan terbuka yang harus ditanami.
B. Persyaratan penanaman area dan jumlah penanaman pada pekarangan sisi jalan dan pekarangan sisa.
Mengatur tentang luas penanaman minimum pekarangan sisi jalan ( antara garis sempadan jalan dan garis sempadan bangunan ) maupun pekarangan sisa ( belakang dan samping ) sesuai dengan jenis penggunaan lahannya. Misalnya pada hunian unit tunggal maupun rumah susun, minimal 50 % dari luas pekarangan sisi jalan harus ditanami dengan jumlah titik pohon wajib 0,05 titik/m2, untuk daerah komersial 30 %, industri 20 %. Untuk pekarangan sisa 3,60 m2 per pohon.
C. Persyaratan pohon jalan dan badan jalan publik.
Persyaratan pohon jalan meliputi jumlah pohon dan lokasinya. Jumlah pohon yang diwajibkan ditetapkan 24 inch2 untuk setiap 9 meter frontage. Jarak spasi pohon yang ditanam dapat bervariasi untuk mengakomodasi kondisi atau pertimbangan desain ( misalkan satu pohon palem berbatang coklat dengan tinggi 3 m untuk setiap 6 meter frontage jalan ). Apabila kondisi tapak (parkway) tidak memungkinkan penanaman pohon maka pohon-pohon dapat ditempatkan pada property privat dalam jarak 3 meter dari garis sempadan jalan di sepanjang frontage tersebut. Lokasi penanaman pohon adalah antara pinggiran trotoar sampai batas pagar property, ditempatkan sekurang-kurangnya pada jarak 2,10 meter dari muka pinggir trotoar di atas jalan utama / arteri atau jalan cepat yang mempunyai kecepatan kendaraan 90 km / jam. Untuk klasifikasi jalan lainnya tidak lebih lebih dekat dari 1,20 meter dari pinggiran trotoar. Pohon-pohon jalan harus dijauhkan dari perlengkapan kota pada`jarak minimum 6 meter terhadap rambu lalulintas, 1,5 meter dari jaringan utilitas bawah tanah, 3 meter dari hidran, tiang-tiang listrik, telepon dan lain sebagainya. Pada setiap persimpangan harus ada daerah bebas pohon dalam radius 7,5 meter dan hanya boleh ditanami tumbuhan semak yang tingginya tidak boleh lebih dari 60 cm, sehingga tidak menutupi lampu lalulintas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar