Kota hijau atau ecocity
dalam konsepnya menggabungkan prinsip pembangunan hijau (greenbuilding) dengan
memanfaatkan teknologi informasi (ICT) untuk mengurangi dan menghilangkan
dampak buruk terhadap lingkungan. Sederhananya, ecocity adalah sebuah kota
ekologis sehat.
Ecocity adalah …
Ecocity adalah …
·
Sebuah pemukiman
ekologis sehat dimodelkan pada struktur mandiri tangguh dan fungsi ekosistem
alami dan organisme hidup.
·
Suatu entitas yang
mencakup penduduknya dan dampak ekologi mereka.
·
Sebuah subsistem dari
ekosistem yang merupakan bagian – dari DAS tersebut, bioregion, dan akhirnya,
dari planet ini.
·
Sebuah subsistem dari
sistem ekonomi regional, nasional dan dunia.
Ecocity sebagai ekosistem adalah sebuah
lingkungan biologis yang terdiri dari semua organisme hidup di daerah tertentu,
serta semua yang tak hidup, komponen fisik dari lingkungan (seperti udara,
tanah, air, dan sinar matahari) yang berinteraksi dengan organisme. Konsep
ecocity merupakan sebuah konsep yang sebenarnya sudah lama ada dalam
kehidupan-hari.
Entitas urban adalah ekosistem perkotaan, dimana
dalam sebuah perkotaan terdapat sebuah sistem yang mengendalikan lingkungan
agar tetap terjaga keseimbangannya antara lingkungan biotik dengan abiotik.
Entitas urban (kota, kota dan desa) adalah ekosistem perkotaan. Mereka juga
bagian dari sistem yang lebih besar yang menyediakan layanan penting yang
sering undervalued, karena banyak dari kesemua itu yang tanpa nilai pasar.
Contoh yang luas meliputi: mengatur (iklim, banjir, keseimbangan gizi,
penyaringan air), pengadaan (makanan, obat-obatan), budaya (ilmu pengetahuan,
spiritual, upacara, rekreasi, estetika) dan mendukung (siklus nutrisi,
fotosintesis, pembentukan tanah).
Ecocities sebagai analog dengan organisme hidup
Seperti organisme hidup, kota-kota (termasuk penghuninya) pameran dan
memerlukan sistem untuk gerakan (transportasi), respirasi (proses untuk
memperoleh energi), sensitivitas (menanggapi lingkungannya), pertumbuhan
(berkembang / berubah dari waktu ke waktu) , reproduksi (termasuk pendidikan
dan pelatihan, konstruksi, perencanaan dan pengembangan, dll), ekskresi (output
dan limbah), dan gizi (kebutuhan udara, air, tanah, makanan untuk penduduk,
bahan, dll).
Pada intinya, Pembangunan Ecocity tergantung
pada hubungan yang sehat dari elemen dan fungsi kota, mirip dengan hubungan
organ-organ dalam organisme hidup yang kompleks. Konsep desain kota selama ini
memprihatinkan karena perencanaan, pembangunan, dan operasional kota selama ini
kurang mencerminkan terhadap upaya penghijauan. Dengan cara integral, yaitu
menserasikan pemanfaatan sumberdaya organik dengan kebutuhan akan pembangunan
hal ini akan membuat kota tampak sejuk dan yang paling penting tetap menjaga
kelestarian lingkungan tanpa mengabaikan tujuan dari pembangunan. Disamping
dengan pembangunan, cara untuk menghidupkan konsep ecocity pada seluruh elemen
masyarakat yaitu dengan pelajaran ekologi dimana seluruh sistem benar-benar
berupaya untuk membalikkan dampak negatif dari perubahan iklim, kepunahan
spesies dan kehancuran biosfer.
Model ecocity berusaha untuk memberikan visi
praktis untuk keberadaan manusia yang berkelanjutan dan restoratif di planet
ini dan menunjukkan jalan menuju prestasi melalui pembangunan kembali kota dan
desa yang seimbang dengan sistem kehidupan.
Ecocity design relates
to practically all scales of development, and, if applied across those scales,
would be a solution of sufficient power to preserve and restore the health of
the planet.
Picture: Bioregional Ecocity Illustration by
Richard Register
Dalam upaya membangun ecocity di dunia membentuk
“Ecocity World Summit” dimana forum tersebut sudah berjalan beberapa tahun
belakangan ini. berikut tempat yang pernah menyelenggarakan forum
tersebut:
·
Montreal, Canada, 2011
·
Istanbul, Turkey, 2009
·
San Francisco,
Calfornia, USA, 2008
·
Bangalore, India, 2006
·
Shenzhen, China, 2002
·
Curitiba, Brazil, 2000
·
Dakar/Yoff, Senegal,
1996
·
Adelaide, Australia,
1992
·
Berkeley, California,
USA, 1990
Untuk tahun 2011 “Ecocity Word Summit”
diselenggarakan pada tanggal 22 – 26 Agustus 2011 di Montreal, Kanada.
Dalam Ecocity World Summit 2008 yang berlangsung
di San Francisco, konsep kota ramah lingkungan (eco-city) dirumuskan sebagai
solusi atas pemanasan global, urbanisasi dan semakin langkanya sumber daya yang
akan terjadi berabad ke depan.
Dalam pertemuan ini, semua peserta konferensi
sepakat “pada masa datang kota dan penduduknya harus hidup selaras dengan
lingkungan demi menciptakan pembangunan yang berkelanjutan. Kota dan desa harus
dirancang sedemikian rupa menjadi lingkungan yang sehat yang mampu menciptakan
kehidupan yang berkualitas dengan menjaga ekosistem di sekitarnya.”
Kota hijau atau “eco-city” dalam konsepnya
menggabungkan prinsip pembangunan “hijau” (green building) dengan memanfaatkan
teknologi informasi (ICT) untuk mengurangi – dan menghilangkan – dampak-dampak
buruk kota terhadap lingkungan. Dalam tulisannya yang berjudul “Sustainable
Cities: Oxymoron or The Shape of the Future?,” Annissa Alusi, asisten profesor
di Harvard Business School, memaparkan perkembangan kota-kota hijau generasi
pertama dunia. Hasil penemuannya beragam.
Berikut adalah ringkasan kota yang sedang
menlaksanakan pembangunan “ecocity concept”:
1. Kota Dongtan – Pulau Chongming,
China
Pada 2005, pemerintah kota Shanghai menyerahkan
pengelolaan tanah di Pulau Chongming kepada Shanghai Industrial Investment
Company (SIIC), lembaga investasi milik pemerintah. Pulau Chongming terletak
sekitar 14 km dari distrik keuangan Shanghai dengan luas mencapai 50 km persegi
atau sekitar tiga perempat luas Kota Manhattan. Pemerintah ingin menjadikan
Kota Dongtan menjadi sebuah kota hijau yang memiliki sumber energi yang
terbarukan, bebas kendaraan bermotor dan dengan sumber daya air yang bisa
didaur ulang.
Kota ini diharapkan bisa
menjadi contoh sebuah kota hijau yang ideal di dunia dan mampu menampung
500,000 penduduk pada 2050.
SIIC ingin menciptakan sebuah kota modern bernuansa ekologis menggantikan konsep kota industri tradisional.
SIIC ingin menciptakan sebuah kota modern bernuansa ekologis menggantikan konsep kota industri tradisional.
2. Kota Sitra Low2No –
Helsinski, Finlandia
Low2No adalah sebuah proyek kota hijau yang
memiliki beragam fungsi seluas satu blok di Helsinki, Finlandia. Kota hijau ini
masuk dalam rencana besar pembangunan kembali Jätkäsaari, sebuah kota pelabuhan
industri yang disetujui pada 2006. Pemerintah Finlandia ingin menjadikan Low2No
sebagai contoh ideal sebuah kota yang bebas atau rendah karbon, yang mampu
“menyemai inovasi di bidang efisiensi energi dan pembangunan yang
berkelanjutan.”
Dengan Low2No, pemerintah
ingin menerapkan sistem pembangunan berkelanjutan di Finlandia yang masuk dalam
hitungan ekonomi dengan menciptakan kebijakan-kebijakan finansial baru yang
mendukung usaha-usaha rendah atau bebas karbon. Finlandia menargetkan
pembangunan 10 proyek baru dalam lima tahun setelah proyek Low2No rampung.
3. Kota Kota Masdar – Masdar,
Abu Dhabi
Kota hijau Masdar ini
adalah kota hijau yang paling terkenal dan paling mendapat banyak kritikan
hingga saat ini. Kota seluas 3,5 km persegi yang terletak di sebuah gurun 30 km
dari Abu Dhabi ini dirancang untuk menampung 47.000 penduduk dan 1.500
perusahaan. Nilai investasinya mencapai $22 miliar dan ditargetkan selesai pada
2016.
Menurut pemerintah Abu Dhabi, kota ini akan
menjadi kota bebas karbon, bebas limbah dan bebas mobil, dengan sumber energi
yang berasal dari energi yang terbarukan. Masdar juga menjadi markas dari
International Renewable Energy Agency, yang memiliki mandat menyebarkan dan
mengembangkan pemanfaatan energi terbarukan.
Tahun lalu (2010) saat para pelaksana proyek
Masdar merevisi target awal mereka. Penyelesaian proyek ini mundur dari 2016 ke
2020. Kota ini juga masih akan membutuhkan banyak pasokan energi dari luar dan
kapsul transportasi elektrik (yang menjadi bagian dari sistem transportasi personal
di Masdar) tidak akan tersedia di seluruh kota. CEO ADFEC Sultan al-Jaber
mengumumkan bahwa proyek Kota Masdar tidak akan dihentikan namun menurut
pengamat akan ada perubahan dari rencana awalnya.
4. Kota PlanIT Valley –
Paredes, Portugal
PlanIT Valley adalah
contoh kota pintar (smart city) akan dibangun di wilayah Paredes, sekitar 16 km
dari pusat kota Porto, Portugal, oleh perusahaan teknologi baru bernama Living
PlanIT. Pada 2008, Living PlanIT memperoleh hak untuk membeli sekitar 3000 ha
lahan dari pemerintah lokal sebagai lokasi PlanIT Valley. Proyek ini diharapkan
selesai pada 2015, dan diharapkan bisa menampung sekitar 150,000 penduduk.
PlanIT Valley didesain sebagai pusat penelitian dan pengembangan teknologi bagi
Living PlanIT dan mitranya yang ingin menjadikan kota ini sebagai “laboratorium
teknologi hijau” pertama di dunia
Inisiator perusahaan, Steve Lewis dan Malcolm
Hutchinson, mantan direktur perangkat lunak, memadukan sudut pandang teknologi
yang unik dalam mengembangkan kota ini. Mereka menggunakan apa yang mereka
sebut sebagai “Sistem Operasi Perkotaan” (Urban Operating System) yang
berfungsi sebagai pusat operasi atau otak dari kota ini. SOP mengumpulkan
beragam informasi dari sistem perkotaan yang mendukungnya.
5. Tianjin Eco-City – Tianjin,
China
Pada 2007, tidak lama setelah mengumumkan proyek
Dongtan, pemerintah China membuat rencana kota hijau baru (eco-city) hasil
kerjasama pemerintah China dan Singapura. Kota bernama Tianjin Eco-City ini
terletak sekitar 40 km dari pusat kota Tianjin, sekitar 150 km di sebelah
tenggara Beijing. Kota ini bisa dicapai dalam waktu kurang dari 10 menit dari
Tianjin Economic-Technological Development Area (TEDA). Proyek Tianjin Eco-City
terus berlangsung dan diharapkan mulai dihuni pada tahun ini.
6. Meixi Lake District –
Changsha, China
Changsha adalah kota yang sedang tumbuh dengan
penduduk mencapai lebih dari 65 juta jiwa. Pada Februari 2009, pemerintah kota
Changsha di Provinsi Hunan dan kontraktor Gale International setuju membangun
sebuah kota ramah lingkungan bernama Meixi Lake District di Changsha, ibu kota
dari Provinsi Hunan di China selatan-tengah.
Menurut Kohn Pedersen Fox, perancang kota ini,
Meixi Lake ingin menjadi contoh sebuah kota masa depan di China. “Kota ini
menggabungkan konsep kota metropolis dan kota alami yang menggunakan jaringan
transportasi inovatif, sistem distribusi energi terbaru (smart grid), sistem
pertanian perkotaan serta sistem daur ulang limbah energi.” Distrik seluas 600
ha ini diharapkan mampu menampung 180,000 penduduk dan diharapkan rampung pada
2020.
7. New Songdo City – Songdo
Island, Korea Selatan
Rencana bagi New Songdo City, yang terletak di
sebuah pulau buatan 30 km dari Seoul, Korea Selatan dimulai pada 2000. Kota
seluas 600 ha ini diharapkan mampu menampung 430.000 jiwa pada 2014. New Songdo
City ingin menjadi sebuah kota “Terpadu, Pintar dan Hijau (Compact, Smart and
Green)”.
Kota ini ditargetkan menghasilkan gas rumahkaca
(greenhouse gases) sepertiga dari kota dengan luas yang sama. Rumah dan
bangunan komersial hijau kota ini akan digarap oleh GE Korea. Kota di Incheon
Free Economic Zone ini ingin menarik investasi dan bisnis asing ke Korea, dan
menjadikan Korea Selatan sebagai pusat perdagangan Asia.
Pada 2009, sebanyak 60,000 penduduk, 418
perusahaan dan pusat penelitian dipindahkan ke wilayah ini dan pada 2014
pembangunan tahap kedua ditargetkan rampung. Di kota ini juga akan dibangun 10
universitas asing, delapan universitas lokal, empat sekolah internasional dan
17 bioskop.
Bagaimana dengan Indonesia?
Konsep Ecocity di
Indonesia sementara masih dikembangkan di Sentul City, seperti yang di kutip
dari vivanews; “PT Sentul City Tbk menegaskan komitmennya mengembangkan konsep
nilai ekologi (ecocity) dengan memberdayakan
potensi lokal”.
“Jadi, untuk menuju ‘ecocity‘ tidak perlu teknologi tinggi dan mahal, cukup
dengan potensi lokal saja,” kata Direktur Sentul City, Andrian Budi Utama
melalui siaran pers perseoan kepada VIVAnews di
Jakarta, Kamis 17 Juni 2010.
Andrian mencontohkan,
salah satu kegiatan pengembangan berkelanjutan (sustainable development)
menuju ecocity adalah penyediaan area konservasi,
topografi kawasan dipertahankan, dan lainnya. Selain itu, juga menggunakan
teknologi sederhana untuk mengolah air buangan untuk air baku menyirami tanaman
dan pemanfaatan tanaman spesies lokal di “green map” yang segera dikembangkan
di Sentul City.
Salah satu hasil studi mahasiswa Institur
Pertanian Bogor (IPB) menyebutkan, dari hasil identifikasi 57 jenis pohan di
kawasan Sentul, 34 spesies di antaranya merupakan tanaman lokal dan 23 spesies
lainnya adalah tanaman eksotik.
Untuk itu, menurut Andrian, pihaknya juga akan
mempertahankan komitmen ruang terbuka hijau (RTH) tetap di atas 50 persen dari
total 3.100 hektare seluruh kawasan Sentul City.
Tidak hanya itu,
lanjutnya, untuk menuju konsep ecocity tersebut
juga diperlukan suatu ‘green property‘ atau properti
hijau. “Salah satu elemennya adalah kami sudah mengembangkan ‘green wall dan roof‘ (dinding dan atap hijau).
Kongkritnya marketing office kami di
Sentul menggusung konsep ini,” katanya.
Menyingung dampak
konsep ecocity yang dikembangkan Sentul City selama ini,
Andrian menuturkan, pertumbuhan penjualan perseroan sejak Januari-Mei tahun ini
mencapai Rp120 miliar. “Ini naik 100 persen dibanding periode yang sama tahun
lalu. Target tahun ini Rp300 miliar,” katanya.
Insentif Green Property
Menyinggung rencana pemerintah yang menggodok konsep insentif bagi pengembang green property, Andrian menyambut baik rencana itu. “Sebelum terlalu jauh, sebaiknya pemerintah memperjelas apa kebutuhannya dalam rangka global warming,” katanya.
Insentif Green Property
Menyinggung rencana pemerintah yang menggodok konsep insentif bagi pengembang green property, Andrian menyambut baik rencana itu. “Sebelum terlalu jauh, sebaiknya pemerintah memperjelas apa kebutuhannya dalam rangka global warming,” katanya.
Setelah hal itu jelas,
lanjutnya, kemudian perjelas dulu payung hukumnya sehingga niat insentif bagi
pengembang menjadi jelas. “Insentif di sini hendaknya membawa benefit bagi keduanya, baik untuk pemerintah
maupun swasta,” katanya.
Terkait dengan hal itu,
dia memberikan contoh, di Jerman, regulasi insentif untuk pengembang green property sudah jelas sejak 1985 yakni berupa
pengurangan pajak dan kemudahan mengurus perizinan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar