BAB
I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kota merupakan tempat bagi banyak orang untuk
melakukan berbagai aktivitas, maka untuk menjamin kesehatan dan kenyamanan
penduduknya harus ada sanitasi yang memadai, misalnya drainase. Dengan adanya
drainase tersebut genangan air hujan dapat disalurkan sehingga banjir dapat
dihindari dan tidak akan menimbulkan dampak ganguan kesehatan pada masyarakat
serta aktivitas masyarakat tidak akan terganggu.
Drainase merupakan suatu sistem untuk menyalurkan
air hujan. Sistem ini mempunyai peranan yang sangat penting dalam menciptakan
lingkungan yang sehat, apalagi di daerah yang berpenduduk padat seperti di
perkotaan.
Permasalahan banjir atau genangan di Wilayah Bandung pada
umumnya tidak terlepas dari system pengelolaan drainase. Akumidasi sampah dan
sedimentasi serta perubahan fimgsi latum dari lahan pertanian menjadi kawasan
permukiman dan industri menyebabkan kapasitas saluran drainase yang ada tidak
dapat lagi menampung lagi limpasan air hujan dan buangan kegiatan rumah tangga.
Permasalahan tersebut pada hakekatnya berakar pada aspek teknis yang tidak
memadai, organisasi/lembaga yang lemah, flnansial yang tidak cukup dan kwangnya
peranserta masyarakat dalam pengelolaan drainase. Adapun tujuan dari tesis ini
adalah tersusumtya strategi dan kebijakan pengelolaan sistem drainase yang baik
dan berkelanjvtan
1.2. Identifikasi Masalah
Ruang lingkup dari tugas ini adalah sebagai berikut:
1. Permasalahan
drainase perkotaan.
2. Pengelolahan
dan jenis-jenis drainase di perkotaan.
3. Analisis Curah
Hujan
BAB
II
DRAINASE PERKOTAAN
Drainase yang berasal dari bahasa Inggris drainase
mempunyai arti mengalirkan, menguras, membuang, atau mengalihkan air. Dalam
bidang teknik sipil, drainase secara umum dapat didefinisikan sebagai suatu
tindakan teknis untuk mengurangi kelebihan air, baik yang berasal dari air
hujan, rembesan, maupun kelebihan air irigasi dari suatu kawasan ataulahan,
sehingga fungsi kawasan atau lahan tidak terganggu. Drainase dapat
juga diartikan sebagai usaha untuk mengontrol kualitas air tanah dalam
kaitannya dengan salinitas. Jadi, drainase menyangkut tidak hanya air permukaan
tapi juga air tanah.
Secara umum, sistem drainase dapat didefinisikan
sebagai serangkaian bangunan air yang berfungsi untuk mengurangi dan membuang
kelebihan air dari suatu kawasan atau lahan, sehingga lahan dapat difungsikan
secara optimal. Dirunut dari hulunya, bangunan sistem drainase terdiri dari
saluran penerima (interceptor drain), saluran pengumpul (collector drain),
saluran pembawa (conveyor drain), saluran induk (main drain), dan badan air
penerima (receiving waters). Di sepanjang sistem sering dijumpai bangunan
lainnya, seperti gorong-gorong, siphon, jembatan air (aquaduct), pelimpah,
pintu-pintu air, bangunan terjun, kolam tando, dan stasiun pompa. Pada sistem
yang lengkap, sebelum masuk ke badan air penerima, air diolah dahulu di
instalasi pengolah air limbah (IPAL), khususnya untuk sistem tercampur. Hanya
air yang telah memenuhi baku mutu tertentu yang dimasukkan ke badan air
penerima, sehingga tidak merusak lingkungan.
Saat ini sistem drainase sudah menjadi salah satu
infrastruktur perkotaan yang sangat penting. Kualitas manajemen suatu kota
dapat dilihat dari kualitas sistem drainase yang ada. Sistem drainase yang baik
dapat membebaskan kota dari genangan air. Genangan air menyebabkan lingkungan
menjadi kotor dan jorok, menjadi sarang nyamuk, dan sumber penyakit lainnya,
sehingga dapat menurunkan kualitas lingkungan, dan kesehatan masyarakat.
2.1. Tujuan dibangunnya prasarana
saluran drainase perkotaan seperti halnya tujuan penataan lingkungan,
diantaranya sbb:
· Menjamin kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.
· Melindungi alam lingkungan seperti tanah, kualitas
udara dan kualitas air.
· Menghindarkan bahaya, kerusakan materiil, kerugian
dan beban-beban lain yang disebabkan oleh amukan limpasan banjir.
· Memperbaiki kualitas lingkungan.
· Konservasi sumber daya air.
2.2. Jenis – jenis
drainase :
• Menurut sejarah terbentuknya :
1. Drainase
alamiah (natural drainage)
Terbentuk secara alamiah , tidak terdapat bangunan
penunjang
2. Drainase
buatan (artificial drainage)
Dibuat dengan tujuan tertentu, memerlukan bangunan
khusus
• Menurut letak bangunan :
1. Drainase
permukaan tanah (surface drainage)
Suatu system pembuangan air untuk menyalurkan air
dipermukaan tanah. Hal ini berguna untuk mencegah adanya genangan.
2. Drainase bawah
permukaan tanah (subsurface drainage)
Suatu sistem pembuangan untuk mengalirkan kelebihan
air dibawah tanah. Pada jenis tanaman tertentu drainase juga bermanfaat untuk
mengurangi ketinggian muka air tanah sehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik.
• Menurut fungsi :
1. Single
purpose.
Suatu jenis air buangan : air hujan, limbah
domestic, limbah industri dll
2. Multi purpose
Beberapa jenis air buangan tercampu
• Menurut kontruksi :
1. Saluran terbuka
2. Saluran tertutup Untuk air kotor disaluran yang
terbentuk di tengah kota.
2.3. Aspek-aspek
Pengelolaan Drainase
A. KELEMBAGAAN
Bentuk institusi
Dasar hukum pembentukan institusi
3. SDM
B. TEKNIS OPERASIONAL
1. Perencanaan
Ketersediaan Dokumen Perencanaan (Master Plan, FS,
DED)
2. Peningkatan / Pembangunan Saluran Baru
a. Pemasangan Turap
Turap kayu
Saluran seekunder
Saluran tersier
b. Pemeliharaan Bangunan Pelengkap
Gorong-gorong
Pintu Air
Pompa
Talang
Jembatan
Waduk
c. Pembuatan Sumur Resapan
3. Operasional dan Pemeliharaan Rutin
a. Pengerukan Saluran
Primer
Sekunder
Tersier
b. Pemasangan Turap
Turap kayu
Turap beton / beton bertulang
c. Pemeliharaan Saluran
Primer
Sekunder
Tersier
d. Pemeliharaan Bangunan Pelengkap
Gorong-gorong
Pintu Air
Pompa
Talang
Jembatan
Waduk
4. Rehabilitasi Saluran dan Bangunan
a. Pemasangan Turap
Turap kayu
Turap beton / beton bertulang
b. Pemeliharaan Saluran
Primer
Sekunder
Tersier
Gorong-gorong
c. Pemeliharaan Bangunan Pelengkap
Gorong-gorong
Pintu Air
Pompa
Talang
Jembatan
Waduk
C. PEMBIAYAAN
Sumber-sumber pembiayaan
Alokasi APBD
Dl
D. PERATURAN PERUNDANGAN
Kelayakan pakai
Penerapan sanksi
Dll
E. PERAN SERTA MASYARAKAT
Kampanye / Penyuluhan
Keterlibatan swasta
Partisipasi aktif masyarakat
2.4. Permasalahan Drainase Perkotaan
Banjir merupakan kata yang sangat populer di
Indonesia, khususnya pada musim hujan, mengingat hampir semua kota di Indonesia
mengalami bencana banjir. Peristiwa ini hampir setiap tahun berulang, namun
permasalahan ini sampai saat ini belum terselesaikan, bahkan cenderung makin
meningkat, baik frekuensinya, luasannya, kedalamannya, maupun durasinya.
Permasalahan drainase perkotaan bukanlah hal yang sederhana. Banyak faktor
yang mempengaruhi dan pertimbangan yang matang dalam perencanaan, antara lain :
1. Peningkatan
debit
manajemen sampah yang kurang baik memberi kontribusi
percepatan pendangkalan /penyempitan saluran dan sungai. Kapasitas sungai dan
saluran drainase menjadi berkurang, sehingga tidak mampu menampung debit yang
terjadi, air meluap dan terjadilah genangan.
2. Peningkatan
jumlah penduduk
meningkatnya jumlah penduduk perkotaan yang sangat
cepat, akibat dari pertumbuhan maupun urbanisasi. Peningkayan jumlah penduduk
selalu diikuti oleh penambahn infrastruktur perkotaan, disamping itu peningkatn
penduduk juga selalu diikuti oleh peningkatan limbah, baik limbah cair maupun
pada sampah.
3. Amblesan tanah disebabkan
oleh pengambilan air tanah yang berlebihan, mengakibatkan beberapa bagian kota
berada dibawah muka air laut pasang.
4. Penyempitan
dan pendangkalan saluran
5. Reklamasi
6. Limbah sampah
dan pasang surut
Seperti halnya di kota Bandung. Banjir Cileuncang
merupakan masalah rutin yang terjadi di kota ini. Hampir di setiap sisi kota
bandung terjadi banjir ketika musim penghujan ataupun setelah hujan reda.
Akibatnya banyak jalan yang tergenang air hujan dan mengakibatkan kemacetan.
Salah satunya di daerah Gedebage, yaitu persimpangan
jalan Soekarno-Hatta dengan jalan Gedebage. Sehingga arus lalu lintas terganggu
dan menyebabkan kemacetan. Pada saat terjadi hujan, air hujan memenuhi selokan.
Namun karena ukuran selokan yang sangat kecil, air kembali mengalir ke jalan
sehingga menyebabkan banjir. Badan jalan yang sering terendam air mengakibatkan
kondisi jalan di beberapa titik rusak sehingga dapat membahayakan pengguna
jalan.
2.5. Permasalahan
Jika dirunut ke belakang, akar permasalahan banjir
di perkotaan berawal dari pertambahan penduduk yang sangat cepat, di atas
rata-rata pertumbuhan nasional, akibat urbanisasi, baik migrasi musiman maupun
permanen. Pertambahan penduduk yang tidak diimbangi dengan penyediaan prasarana
dan sarana perkotaan yang tidak memadai mengakibatkan pemanfaatan lahan yang
tidak tertib inilah yang menyebabkan persoalan yang sangat kompleks.
Hal ini barangkali juga disebabkan oleh tingkat
kesadaran masyarakat yang masih rendah dan masih acuh tak acuh terhadap penting
dan perlunya memecahkan permasalahan yang lebih penting dan mendesak, yaitu
pemenuhan kebutuhan primer. Selain itu, masih belum mengakarnya kesadaran
terhadap hukum, perundangan, dan kaidah-kaidah yang berlaku. Belum konsistensinya
pelaksanaan hukum menambah komplek masalah yang dihadapi kota-kota di
Indonesia. Kecendrungan ini timbul karena proses pembangunan yang selama ini
berlangsung kurang melibatkan masyarakat secara aktif. Oleh karena itu, mulai
sekarang segala kebijakan publik harus melibatkan masyarakat, baik itu berupa
pembangunan fisik maupun non fisik, sejak awal munculnya ide pembangunan
infrastruktur sampai dengan pengoperasiannya.
Permasalahan lain yang dihadapi dalam pembangunan
drainase adalah lemahnya koordinasi dan sinkronisasi dengan komponen
infrastruktur yang lain. Sehingga, sering dijumpai tiang listrik di tengah
saluran drainase, dan pipa air bersih (PDAM) memotong saluran pada penampang
basahnya. Sering juga dihadapi penggalian saluran drainase dengan tak sengaja
merusak prasarana yang telah lebih dulu tertanam dalam tanah karena tidak
adanya informasi yang jelas, arsip/dokumen tidak ada, atau perencanaan dan/atau
pematokan dilapangan tidak melibatkan instansi pengendali tata ruang.
Untuk permasalahan di daerah perempatan Gedebage,
penyebab yang sangat mendasar adalah:
1. Dimensi
saluran drainase yang kecil, sehingga tidak dapat menampung debit aliran hujan.
2. Elevasi
bibir saluran pembuangan lebih tinggi dari permukaan jalan, sehingga
menyebabkan air hujan tidak dapat mengalir ke saluran drainase dan menggenang
di jalan.
3. Saluran
pembuangan air tersumbat karena dipenuhi sampah.
4. Perencanaan
geometrik jalan raya tidak baik.
BAB III
ANALISIS CURAH HUJAN
3.1. Umum
Data hidrologi merupakan langkah awal perencanaan
suatu sistem drainase sebelum melakukan perhitungan debit aliran hujan dan
dimensi saluran dan dimensi bangunan-bangunan pendukung sistem drainase
bangunan-bangunan pendukung sistem drainase yang direncanakan.
3.2. Analisis
Hidrologi
Analisis hidrologi dari daerah perencanaan yang
meliputi analisis curah hujan harian maksimum dan pembuatan kurva intensitas
durasi hujan merupakan langkah awal yang perlu dilakukan dalam perencanaan
saluran drainase. Dengan melakukan analisis hidrologi, debit banjir rencana
yang akan digunakan sebagai dasar penentuan dimensi saluran dan perlengkapannya
dapat diperkirakan. Data curah hujan yang digunakan untuk analisis hidrologi
diperoleh dari stasiun pengamat curah hujan yang terdekat dari daerah
perencanaan. Pengukuran curah hujan dapat dilakukan dengan alat ukur secara
konvensional yang hanya dapat dilakukan dengan alat ukur otomatis dimana dari
alat ini diperoleh karakteristik setiap durasi hujan. Secara garis besar
analisis curah hujan yang dilakukan meliputi:
·
Penyiapan data curah hujan
·
Tes konsistensi
·
Tes homogenitas
·
Analisis frekuensi curah hujan
·
Analisis intensitas curah hujan
3.3. Analisis
Frekuensi:
Analisis curah hujan harian maksimum yang akan
terjadi selama periode ulang tertentu dapat diperkirakan dengan berbagai macam
metode, antara lain metode Gumbel , metode Log Pearson Type III dan metode iwai
Kadoya. Dasar pemakaian ketiga metode ini dalam menganalsis besarnya curah
hujan harian maksimum mengingat metoda tersebut cocok dipergunakan untuk
harga-harga ekstrim. Pemilihan metoda perhitungan curah huajn maksimum
dimaksudkan untuk memilih metoda yang paling sesuai dalam memperkirakan
besarnya curah hujan harian maksimum yang terjadi dalam periode ulang hujan
tertentu.
3.4. Analisis
Intensitas Curah Hujan
Hasil akhir dari analisis curah hujan yang dilakukan
adalah mendapatkan intensity duration curve, yaitu suatu kurva yang menunjukkan
hubungan antara lamanya waktu pengaliran dengan intensitas hujan. Untuk
mengolah data curah hujan menjadi intensitas curah hujan yang terjadi. Apabila
tidak dijumpai data untuk setiap durasi hujan yang terjadi. Apabila tidak
dijumpai data untuk setiap durasi hujan maka diperlukan pendekatan secara
empiris dengan berpedoman kepada durasi 60 menit (1 jam) dan pada curah hujan harian
maksimum yang terjadi setiap tahun. Cara lain yang lazim dipakai adalah dengan
mempunyai kondisi yang hampir sama. Metode yang dapat digunakan antara lain
metode Bell, Van Breen dan Hasper dan Der Weduwen.
BAB IV
KESIMPULAN
Untuk mengatasi berbagai permasalahan di atas dapat
dilakukan beberapa hal berikut ini:
1. Dimensi
saluran drainase diperbesar.
2. Meninggikan
permukaan jalan atau merendahkan saluran air.
3. Kesadaran
masyarakat untuk tidak membuang sampah sembarangan, apalagi ke dalam selokan.
4. Semua
kebijakan publik harus melibatkan masyarakat, baik itu berupa pembangunan fisik
maupun non fisik. Sejak awal munculnya ide pembangunan infrastruktur sampai
dengan pengoperasiannya. Sehingga masyarakat ikut serta dalam menjaga
infrastruktur tersebut.
5. Koordinasi
dan sinkronisasi antar komponen infrastruktur yang lain harus terlaksana serta
melibatkan instansi pengendali tata ruang. Contohnya Koordinasi dan
sinkronisasi antara pelaksana jalan raya dengan PLN maupun PDAM. Sehingga
tercipta keselarasan dalam pembangunan seluruh infrastruktur.
Saran :
· Diadakan
penyuluhan akan pentingnya kesadaran membuang sampah.
· Dibuat
bak pengontrol serta saringan agar sampah yang masuk ke drainase dapat
dibuang dengan cepat agar tidak mengendap.
· Pemberian
sanksi kepada siapapun yang melanggar aturan terutama pembuangan sampah
sembarangan agar masyarakat mengetahui pentingnya melanggar drainase.
· Peningkatan
daya guna air, meminimalkan kerugian serta memperbaiki konservasi lingkungan.
· Mengelola
limpasan dengan cara mengembangkan fasilitas untuk menahan air hujan,
menyimpan air hujan maupun pembuatan fasilitas resapan.
3. Operasional dan Pemeliharaan Rutin