Sabtu, 17 Maret 2012

Green City sebagai Solusi Pengembangan Kota di Indonesia


Green City sebagai Solusi Pengembangan Kota di Indonesia
PDF
Print
E-mail


Written by Green City   
Tuesday, 17 January 2012 05:43
Pertumbuhan kota yang terjadi di negara- negara berkembang, salah satunya di Indonesia. Kota- kota besar di Indonesia seperti Jakarta, PekanbaruSurabaya, Bandung, Medan dan Makassar mengalami pertumbuhan yang sangat pesat pula, dan urbanisasi mejadi salah satu sebabnya. Peningkatan jumlah penduduk akan mengakibatkan kebutuhan lahan meningkat.
Pertumbuhan kota yang demikian tentu akan mengakibatkan degradasi lingkungan. Persebaran lahan terbangun yang sangat luas mengakibatkan inefisiensi jaringan transportasi yang berdampak pada meningkatnya polusi udara perkotaan, selain itu juga menimbulkan costly dan pemborosan. Lihat saja Jakarta yang merupakan Ibukota Indonesia, kota tersebut sudah mengalami perkembangan yang terlalu besar sehingga mengalami “overload” menjadikan kota Jakarta sebagai kota yang tidak layak untuk ditinggali. Bahkan sempat muncul isu tentang pemindahan ibukota akibat ketidaklayakannya. Belum lagi kota – kota besar lainnya yang mulai berkembang seperti Surabaya, Bandung, Kota Pekanbaru Riau dan lainnya.
Berdasarkan keadaan itu, dalam melakukan perencanaan kota di butuhkan pendekatan konsep perencanaan yang berkelanjutan. Ada beberapa konsep pengembangan kota yang berkelanjutan, salah satunya adalah konsep Green City yang selaras dengan alam.
Green City dikenal sebagai kota ekologis. Kota yang secara ekologis juga dapat dikatakan kota yang sehat. Artinya adanya keseimbangan antara pembangunan dan perkembangan kota dengan kelestarian lingkungan. Kota sehat juga merupakan suatu kondisi dari suatu kota yang aman, nyaman, bersih, dan sehat untuk dihuni penduduknya dengan mengoptimalkan potensi sosial ekonomi masyarakat melalui pemberdayaan forum masyarakat, difasilitasi oleh sekotor terkait dan sinkron dengan perencanaan kota. Untuk dapat mewujudkannya, diperlukan usaha dari setiap individu anggota masyarakat dan semua pihak terkait (stakeholders).
Konsep Green City ini sesuai dengan pendekatan- pendekatan yang disampaikan Hill, Ebenezer Howard, Pattrick Geddes, Alexander, Lewis Mumford dan Ian McHarg. Implikasi dari pendekatan- pendekatan yang disampaikan diatas adalah menghindari pembangunan kawasan yang tidak terbangun. Hal ini menekankan pada kebutuhan terhadap rencana pengembangan kota dan kota- kota baru yang memperhatikan kondisi ekologis lokal dan meminimalkan dampak merugikan dari pengembangan kota, selanjutnya juga memastikan pengembangan kota yang dengan sendirinya menciptakan aset alami lokal.
Terdapat 8 kriteria konsep Green City, antara lain :
  1. Pembangunan kota harus sesuai peraturan UU yang berlaku, seperti UU 24/2007 : Penanggulangan Bencana ( Kota Hijau harus menjadi kota waspada bencana ), UU 26/2007 : Penataan Ruang, UU 32/2009 : Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dll
  2. Konsep Zero Waste ( Pengelolaan sampah terpadu, tidak ada yang terbuang).
  3. Konsep Zero Run-Off ( semua air harus bisa diresapkan kembali ke dalam tanah, konsep ekodrainasi).
  4. Infrastruktur Hijau ( tersedia jalur pejalan kaki dan jalur sepeda).
  5. Transportasi Hijau ( penggunaan transportasi massal, ramah lingkungan berbahan bakar terbarukan,  mendorong penggunaan transportasi bukan kendaraan bermotor – berjalan kaki, bersepeda, delman / dokar / andong / becak dll
  6. Ruang Terbuka Hijau seluas 30% dari luas kota ( RTH Publik 20%, RTH Privat 10% )
  7. Bangunan Hijau
  8. Partisipasi Masyarakat ( Komunitas Hijau )

Mengapa Konsep Green City perlu dipertimbangkan di Indonesia?
Kota- kota besar di Indonesia perlu secara cermat mengatasi persoalan ledakan penduduk perkotaan akibat urbanisasi yang brutal, tidak tertahankan, apabila kita berharap bahwa kota- kota tersebut dapat menjadi layak huni di masa mendatang. Salah satunya adalah dengan pengendalian jumlah penduduk dan redistribusinya, serta peningkatan kualitas pelayanan publik
Dengan konsep Green City krisis perkotaan dapat kita hindari, sebagaimana yang terjadi di kota- kota besar dan metropolitan yang telah mengalami obesitas perkotaan, apabila kita mampu menangani perkembangan kota- kota kecil dan menengah secara baik, antara lain dengan penyediaan ruang terbuka hijau, pengembangan jalur sepeda dan pedestrian, pengembangan kota kompak, dan pengendalian penjalaran kawasan pinggiran.
Terdapat beberapa pendekatan Green City yang dapat diterapkan dalam manajemen pengembangan kota. Pertama adalah Smart Green City Planning. Pendekatan ini terdiri atas 5 konsep utama yaitu :

A. Pertama konsep kawasan berkeseimbangan ekologis yang bisa dilakukan dengan upaya penyeimbangan air, CO2 dan energi.
B. Pendekatan kedua adalah konsep desa ekologis yang terdiri atas penentuan letak kawasan, arsitektur dan transportasi dengan contoh penerapan antara lain : kesesuaian dengan topografi, koridor angin, sirkulasi air untuk mengontrol klimat mikro, efisiensi bahan bakar, serta transportasi umum.
C. Ketiga, konsep kawasan perumahan berkoridor angin ( wind corridor housing complex) dengan strategi pengurangan dampak pemanasan. Caranya, dengan pembangunan ruang terbuka hijau, pengontrolan sirkulasi udara, serta menciptakan kota hijau.
D. Keempat, konsep kawasan pensirkulasian air ( water circulating complex ). Strategi yang dilakukan adalah daur ulang air hujan untuk menjadi air baku.
E. Kelima, konsep taman tadah hujan ( rain garden )
Pendekatan kedua adalah konsep CPULS ( Continious Productive Urban LandscapeS). Konsep penghijauan kota ini merupakan pengembangan landscape yang menerus dalam hubungan urban dan rural serta merupakan landscape productive
Pendekatan terakhir adalah Integrated Tropical City. Konsep ini cocok untuk kota yang memiliki iklim tropis seperti Indonesia. Konsep intinya adalah memiliki perhatian khusus pada aspek iklim, seperti perlindungan terhadap cuaca, pengutanan kota dengan memperbanyak vegetasi untuk mengurangi Urbat Heat Island. Bukan hal yang tidak mungkin apabila Indonesia menerapkan seperti kota- kota berkonsep khusus lainnya ( Abu Dhabi dengan Urban Utopia-nya atau Tianjin dengan Eco City-nya), mengingat Indonesia yang beriklim tropis.
Berikut topologi terbentuknya Konsep Integrated Tropical City :
Kelebihan dari Konsep Green City adalah dapat memenuhi kebutuhan keberadaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di suatu kawasan, sehingga dapat mengurangi bahkan memecahkan masalah lingkungan, bencana alam, polusi udara rendah, bebas banjir, rendah kebisingan dan permasalahan lingkungan lainnya.
Namun disamping kelebihannya, konsep ini memiliki kelemahan juga. Penerapannya pada masing- masing kawasan tidak dapat disama ratakan karena tiap- tiap daerah memerlukan kajian tersendiri. Setidaknya harus diketahui tentang karakteristik lokal, iklim makro, dan sebagainya. Misalnya, daerah pegunungan RTH difungsikan untuk menahan longsor dan erosi, dipantai untuk menghindari gelombang pasang, tsunami, di kota besar untuk menekan polusi udara, serta di perumahan, di fungsikan meredan kebisingan. Jadi RTH di masing- masing kota memiliki fungsi ekologis yang berbeda. Disamping itu, penerapannya saat ini kebanyakan pelaksanaan penghijauannya tidak terkonseptual, sehingga menimbulkan citra penghijauan asal jadi tanpa melihat siapa yang dapat mengambil manfaat positif dari penghijauan.
Diperlukan kemauan dan itikad baik dari pemerintah dan masyarakat untuk menghadirkan konsep Green City di Pekanbaru Riau dan terutama di indonesia
Sumber : tasriqscout – kaskus[dot]us

Tidak ada komentar:

Posting Komentar