Eco-Settlement (Pemukiman
Berwawasan Lingkungan)
Sumber : Joshua D. Mosshart dan UNEP
(United Nations Environment Programme)
Diterjemahkan dan dikemas ulang oleh: Luqman S. Manggala
| GreenCitarum
Richard Register, pelopor gerakan eco-city (kota berwawasan
lingkungan) pernah menulis,
". . . kami
mengajar bagaimana untuk membangun, tapi apa yang kita bangun mengajarkan kita
bagaimana untuk hidup."
(Register & Peaks, 1997)
Pada dasarnya manusia yang membangun lingkungannya, tapi
sebenarnya lingkungan kita lah yang mengajarkan kita cara untuk hidup di muka
bumi ini. Dari lingkungan yang telah kita bangun, kita dapat belajar
mengenai efek dari polusi, kualitas udara yang buruk, konsumsi sumber daya,
perubahan iklim, ketidakseimbangan sosial ekonomi, hilangnya keanekaragaman
hayati, dan permasalahan limbah.
Beberapa dekade terakhir
ini kita, khususnya penduduk kota, dapat melihat di kaki langit dipenuhi dengan
energi intensif dari gedung-gedung pencakar langit komersial yang mencerminkan
kekuatan modal privat dan korporasi global, di kala perbatasan dan lahan kosong
terkapar pada kekecewaan masyarakat atas pemukiman (settlement) yang
tidak formal. Pemukiman yang kita bahas tersebut merupakan zona terbaik akan
apa yang harus kita pelajari mengenai hal-hal yang tidak sesuai dari suatu
pemukiman. Lalu, hal apa yang harus kita pelajari untuk menemukan konsep
pemukiman yang berkelanjutan?
Pemukiman yang
berkelanjutan, sebut saja dengan istilah Sustainable Settlement,
memiliki maksud sebagai suatu pemukiman yang mampu menyokong keberlangsungan
kehidupan yang ada di dalamnya. Salah satu tantangan terbesar kita adalah
bagaimana mempelajari cara-cara mengeliminasi ketidak-bersinambungan dari
lingkungan yang telah kita bangun dan bagaimana membangun cara-cara untuk
memperbaharui kota maupun desa kita sehingga akan ada tempat dimana setiap
orang dapat belajar dari pengalaman untuk hidup dalam kedamaian, kesehatan,
harmoni, dan kegembiraan. Idealisme ini disebut “eco-settlement” atau
pemukiman berwawasan lingkungan, dan merupakan dasar pandangan dan pembelajaran
untuk menjadi panduan atas tantangan-tantangan tersebut.
Apa itu Eco-Settlement dan
bagaimana mewujudkannya?
Konsep dasar eco-city dan eco-village, yakni
kota dan desa berwawasan lingkungan, dijelaskan di bawah ini mulai dari kepala
hingga jantung para stakeholder, melalui 3 pilar ESD (ekologi,
ekonomi, dan sosial budaya). Konsep-konseep ini diambil dari “Herbert
Giradet’s Creating Sustainable Cities” dan sumber-sumber kunci
lainnya. Setiap konsep didasarkan pada pinsip inti eco-settlement termasuk
integritas ekologi, gaya hidup yang berkelanjutan (sustainable life style),
tata kelola yang baik (good governance), dan pemeliharaan diversitas
budaya dan harmoni (cultural diversity and harmoony).
Kunci tantangan para
edukator adalah untuk membantu perkembangan budaya desa dan kota, baik secara
regional maupun global, yang menyelaraskan urbanisasi skala besar dengan
pembangunan yang berkelanjutan, pelestarian sumber daya alam dan perlindungan
lahan pertanian. Budaya kota akan memerlukan suatu kepekaan inter-generasi atas
keberlanjutan konsep ini, sehingga dapat memperoleh pengetahuan atas ilmu dan
praktik yang sustain yang dapat diwariskan generasi ke
generasi.
Giradet mendefinisikan kota
yang mampu menopang kehidupan secara sustain adalah,
“Kota yang terorganisasi
sehingga memungkinkan para penduduknya untuk memenuhi kebutuhan mereka dan
meningkatkan kehidupan yang layak tanpa merusak alam atau mengancam kehidupan
penduduk lainnya, untuk saat ini maupun untuk masa yang akan datang”.
(1999:13).
Hal tersebut sangat krusial dimana eco-city menciptakan
dan memelihara hubungan dan relasi dengan wilayah pedalaman:
“Bentuk adaptasi suatu kota terhadap wilayah pedalamannya sangat
mencerminkan keberlangsungan ataukah ketimpangan dari suatu kota itu sendiri”.
Konstruksi dan Bangunan
yang Berkelanjutan (Sustainable Buildings and Construction)
Bangunan dan infrastruktur
yaang telah dibangun adalah dasar dari bentuk, fungsi, dan nilai-nilai dari
pemukiman masyarakat. Sebagaimana definisi eco-settlement yang
telah dijelaskan sebelumnya, bukan sekedar bagian total, tapi lebih pada
sekumpulan bangunan yang ramah lingkungan. Untuk itu, proses menciptakan,
mengoperasikan, memelihara, membaharui, dan menghancurkan lingkungan yang telah
dibangun, kesemuanya harus berkontribusi positif untuk menciptakan kualitas
pemukiman berwawasan lingkungan yang berkelanjutan.
Pengaruh bangunan terhadap
pembangunan berkelanjutan sangat mendalam. Secara global, sektor tersebut
bertanggungjawab atas lebih dari sepertiga dari konsumsi sumber daya, dan
memproduksi sekitar sepertiga dari seluruh limbah dan emisi gas rumah kaca.
Dampak pengaruh sektor tersebut juga menjadi kesempatan utama bagi kita untuk
dapat menanggulangi perubahan iklim dan kapasitas kehidupan bumi yang saat ini
telah melampaui batas. Mengapa dampak negatif dari sektor bangunan dikatakan
sebagai kesempatan? Karena sektor bangunan adalah sektor yang masih dapat
secara intensif dikendalikan oleh manusia, sehingga konsumsi sumber daya dan
limbah yang dihasilkan dari sektor tersebut, yang dikatakan sebesar sepertiga
itu berpotensi untuk dapat kita kendalikan menjadi dampak yang positif.
The Inter-governmental
Panel on Climate Change (IPCC) – Diskusi Panel Antar
Pemerintah mengenai Perubahan Iklim – sebagai contoh, negara-negara yang sektor
pembangunannya memberikan potensi terbesar dibandingkan sektor lainnya,
berkewajiban untuk mencapai pengurangan besar dalam emisi gas rumah kaca.
Diskusi tersebut mengestimasi sektor bangunan dapat mengurangi emisinya hingga
30% pada level tanpa biaya atau tabungan netto finansial pada ekonomi (IPCC
2006). Bangunan dapat juga dirancang untuk beroperasi dalam cara-cara yang
menyajikan layanan bersifat ekologis seperti pembersihan
polusi, penyediaan energi, dan penggunaan ulang sumber daya yang semestinya
dapat terbuang.
Sektor tersebut juga
merupakan industri tunggal terbesar yang mempekerjakan lebih dari 111 juta
orang karyawan dan akuntan hingga 10% pekerja pada level suatu negara (UNEP,
2007). Dikarenakan besarnya waktu yang kita gunakan di dalam dan di sekitar
bangunan-bangunan tersebut, rancangan, pemeliharaan, dan operasional bangunan
dapat memiliki pengaruh signifikan terhadap kesehatan dan kehidupan manusianya.
Bangunan juga menentukan dan memperkuat identitas budaya.
Ketika sektor bangunan
sangat mendasar bagi pilar-pilar lingkungan, sosial, dan ekonomi dalam
pembangunan yang berkelanjutan, tidak ada aktivitas bangunan kecuali kontribusi
netto-nya di ketiga lingkup tersebut adalah lebih positif ketimbang siklus
hidup bangunan itu sendiri. Dari perspektif ini, sangat penting bagi para
edukator untuk tidak rancu akan istilah eco-efficient, green, positive,
dan sustainable yang mengacu pada level-level berbeda dari
kinerja bangunan, yang akan sering Anda temui dalam artikel ini.
Efisiensi Bangunan
Berwawasan Lingkungan (Eco-Efficient Building)
Efisiensi ketika
diaplikasikan pada kinerja bangunan yang berkelanjutan biasanya berhubungan
dengan efisiensi sumber daya. Tujuan dari efisiensi sumber daya secara umum
termasuk:
- Meminimalisir
jumlah sumber daya yang digunakan secara relatif terhadap ukuran besar
bangunannya;
- Memaksimalkan
kepraktisannya dimana sumber daya dapat diperbaharui, digunakan ulang, dan
atau didaur ulang;
- Meminimalisir
jumlah sumber daya yang dibutuhkan untuk menyajikan kenyamanan temperatur
dan pelayanan di dalam bangunan;
- Proporsi
sumber daya yang terbuang selama proses konstruksi, pembaharuan, dan
penghancuran.
Dalam bidang bangunan yang berkelanjutan dan konstruksi energi,
air dan efisiensi material adalah yang paling sering diperkenalkan.
Efisiensi
Energi
Efisiensi
Energi diperkenalkan karena sektor bangunan harus mengurangi emisi gas rumah
kacanya dengan cara mengurangi penggunaan bahan bakar fosil. Dengan pengurangan
energi, permintaan terhadap bangunan juga meningkatkan kelangsungan hidup
finansial dan pengurangan biaya operasional dari penggunaan sistem
energi yang dapat diperbaharui. Oleh karena bangunan memakan lebih dari 30%
total konsumsi, pengurangan permintaan akan penggunaan energi melalui bangunan
yang efisien sumber daya dapat memberi kesempatan besar untuk berhemat.
Bangunan baru dan memperkuat bangunan yang telah ada untuk efisiensi energi
juga memberikan potensi terbesar pengurangan emisi gas rumah kaca; pengurangan
yang mana dapat dicapai dalam penghematan ekonomi netto.
Tujuan
tertinggi kinerja dari perspektif efisiensi energi adalah the
passive-building. Pendekatan bangunan mengenai apa yang disebut passive bertujuan
untuk menciptakan atau menyesuaikan bangunan sehingga energi yang berhubungan
dengan dampak lingkungan dari bangunan-bangunan itu secara keseluruhan yang
sepenuhnya terlepas dari kombinasi efisiensi operasional dan penggunaan energi
yang dapat diperbaharui.
Efisiensi
Air
Meskipun
air merupakan sumberdaya yang dapat diperbaharui, cara air digunakan dalam
suatu bangunan seringkali tidak ramah lingkungan karena umumnya konsumsi air
lebih cepat daripada kemampuan untuk memulihkan air itu sendiri. Seringkali air
selama penggunaannya menjadi sumber polusi yang dapat berdampak serius pada
kesehatan jika air tersebut tidak dikelola secara baik, dimana pengelolaan air
itu sendiri biayanya sangat mahal. Penyakit yang berasal dari air masih menjadi
salah satu penyebab terbesar penyakit dan kematian di masyarakat. Penggunaan
air secara efisien sangat penting untuk menjamin ketersediaan pasokan air,
mengurangi risiko penyakit, biaya pengolahan air, dan untuk meningkatkan
kelangsungan finansial dari strategi terintegrasi seperti air tadah hujan dan
penanggulangan air secara biologis di lapangan. Memanaskan air juga merupakan
salah satu sumber konsumsi energi yang sangat tinggi pada beberapa tipe
bangunan, khususnya rumah. Oleh karena itu, berhemat air dapat sangat menolong
efisiensi energi dan mengurangi emisi gas rumah kaca.
Efisiensi
Material
Merujuk
pada sejumlah estimasi atas aktivitas bangunan, tercatat sekitar 40% dari total
konsumsi sumber daya alam per tahun adalah konsumsi material yang dilakukan
dalam pembangunan fisik. Hal itu sudah termasuk 25% penggunaan kayu dalam
setahun (Graham 2003). Dampak lingkungan dari konsumsi material dan industri
manufaktur adalah sangat signifikan dalam suatu negara yang memiliki
pertumbuhan urbanisasi yang sangat cepat dikarenakan tingginya tingkat dan
volume konstruksi baru.
Beberapa
tahun terakhir banyak perusahaan yang memproduksi material bangunan telah
mengembangkan efisiensi sumber daya dari proses produksi mereka dengan
menerapkan metode-metode seperti, penilaian siklus hidup. Hal tersebut juga
telah meningkatkan penerapan standar eco-labeling pada
material-material di beberapa negara. Prinsip rancangan yang dapat diadaptasi
sangat penting untuk diikuti guna menjamin terwujudnya bangunan
yang efisien material.
Bangunan
‘Hijau’ ('Green' Buildings)
Istilah
bangunan ‘hijau’, kita sebut saja Green Buildings, memiliki arti
bangunan yang tidak hanya efisien sumber daya tetapi juga mampu meningkatkan
kesehatan dan kehidupan yang layak bagi penghuninya, mengurangi atau
meminimalkan limbah dan polusi lingkungan, menggunakan bahan-bahan material
yang bersertifikasi lingkungan dan atau tergabung dengan sistem energi yang
dapat diperbaharui. Cakupan isu-isu dari Green Buildings saat
ini umumnya ditentukan oleh skema pemeringkatan, seperti : LEED (Amerika),
BREEAM (Inggris), HQE (Perancis), dan Green-Star (Australia). Secara
umum, Green Buildings bercita-cita untuk meminimalkan dampak
lingkungan dari siklus hidup suatu bangunan. Aspek ekonomi dan sosial dari
pembangunan yang berkelanjutan umumnya bukan suatu perhatian yang eksplisit. Green
Buildings juga lebih berfokus pada efisiensi berwawasan lingkungan dan
oleh karena itu membatasi dampak negatif dari suatu bangunan.
Oleh
karena cepatnya kerusakan ekoosistem penyokong hidup dan tingkat perubahan
iklim, ada kebutuhan akan suatu bangunan tidak hanya mampu membatasi faktor
yang dapat mengancam tapi juga mampu memperbaiki dan memperbaharui sistem pelayanan berwawasan
lingkungan. Singkat kata, suatu bangunan harus memiliki pengaruh positif netto
jika memang dimaksudkan untuk suatu pemukiman yang berwawasan lingkungan.
Bangunan
Positif (Positive Buildings)
Bangunan
positif, kita sebut saja Positive Buildings, pada kenyataannya
adalah suatu bentuk rancangan, konstruksi, dan kehidupan yang lebih tua dari
teknik industri modern. Banyak bangunan tradisional di daerah-daerah yang
sebenarnya telah mengikuti prinsip-prinsip yang bertujuan tidak hanya pada
pengaruh ekologis yang positif tetapi juga pada dampak psikologis, sosial, dan
spiritual yang positif.
Dalam
paradigma Positive Buildings disadari sebagai aspek saling
ketergantungan dari sistem sosial-ekologis, yang maknanya proses alam yang
dapat diharmonisasi dan dapat memberi manfaat pada sistem kehidupan. Bangunan
positif bertujuan untuk menciptakan lebih banyak sumber daya daripada yang
dikonsumsi, memperlakukan dan menggunakan ulang daripada menghasilkan sampah,
menyediakan barang dan jasa yang berwawasan lingkungan, dan mendorong
terwujudnya kesehatan dan kehidupan yang layak. Dengan tujuan-tujuan ini dalam
pola pikir masyarakat, efisiensi maupun Green Buildings hanyalah
sebuah metode, tapi bukan akhir dari perjuangannya untuk meningkatkan kualitas
lingkungan.
Dengan
maksud membangun suatu cara yang positif sangat penting untuk menggunakan
kombinasi antara biologis, ekologis, dan strategi teknis untuk beroperasi dalam
cara yang bersimbiosis (saling menguntungkan). Ilustrasi sederhana dari
pendekatan positif adalah retikulasi air limbah melalui atap atau dinding
halaman dimana secara simultan menjernihkan air hujan untuk dapat digunakan ulang,
menutrisi halaman kebun yang dapat menyediakan habitat dan kehidupan yang layak
secara psikologis dan melindungi bangunan rumah.
Strategi
seperti itu dapat juga menghemat uang dengan mengurangi biaya energi dan
pemeliharaannya, serta meningkatkan kesehatan dan produktivitas masyarakat.Positive
Buildings mencari cara untuk berbaur secara sosial, ekologis, dan
sistem ekonomi dalam cara yang saling menguatkan dan saling menguntungkan.
Untuk itu, hal tersebut merupakan bentuk dasar dari bangunan yang mengembangkan
prinsip eco-settlement.
Tidak akan ada aktivitas bangunan yang berkelanjutan kecuali mampu secara netto
berkontribusi positif terhadap siklus hidup suatu lingkungan.
Bangunan
yang Berkelanjutan (Sustainable Buildings)
Sebuah
pembedaan biasanya dibuat antara istilah sustainable construction (prosesnya)
dan sustainable buildings (hasilnya). Sustainable
construction sering digunakan sebagai istilah umum untuk menjelaskan
semua tipe bangunan termasuk struktur bangunan industri dan sipil. Bagaimanapun
konstruksi yang berkelanjutan sangat membantu dalam pemikiran dari bangunan
atau konstruksi yang berkelanjutan sebagai sebuah proses peningkatan yang
terus-menerus dalam sektor bangunan dari perilaku yang tidaksustain ke
perilaku yang positif. Dari sudut pandang ini, sustainable construction dijelaskan
sebagai,
“...sebuah
proses holistik yang bertujuan untuk mengembalikan dan memelihara keharmonisan
antara alam dengan lingkungan yang diciptakan, dimana menciptakan pemukiman
yang menegaskan martabat manusia dan memperkuat ekuitas ekonomi.” (Du
Plessis, 2002)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar