Mencapai kota
layak huni melalui konsep kota ekologis
Penataan
ruang perkotaan bertujuan untuk menciptakan lingkungan bermukim perkotaan yang
berkualitas, dimana kategori ‘lingkungan berkualitas’ berkaitan erat
dengan budaya setempat. Menurut Danisworo dalam Samadhi
(2005), suatu lingkungan bermukim perkotaan dapat dikatakan berkualitas jika
memenuhi tiga aspek yaitu fungsional, visual dan lingkungan. Ketiga aspek ini
saling berintegrasi membentuk jaringan kota ekologis yang berkelanjutan. Dilain
sisi, kota Ekologis juga berhubungan dengan tiga dinamika pokok yaitu dinamika
ekonomis, teknis-(politis)serta sosio cultural. Ketiga dinamika perkotaan
tersebut bersifat dinamis karenaberfokus pada sebuah proses untuk jangka waktu
yang akan datang (Future). Oleh sebab itu, konsep penataan ruang perkotaan harus didasarkan
pada pemahaman terhadap prinsip sapta pilar konsep penataan ruang perkotaan
yang berwawasan masa depan yaitu Environment /ecology (lingkungan), Economy,
Equity(pemerataan), Engagement (peranserta), Energy, Etika dan
Estetika (EkoBudihardjo,1999). Fragmentasi penataan ruang perkotaan yang berwawasan
lingkungan merupakan kohesi linear antar ketujuh prinsip dasar tersebut, dimana
diktum kota ekologis menyiratkan adanya struktur perekonomian yang kuat,
lingkungan yang serasi, tingkat sosial yang relative
setara penuh keadilan, kadar peran serta masyarakat yang tinggi,
serta konservasi energi yang terkendali dengan baik. Sedangkan aspek etika
dan estetika merupakan pengejewantahan dari jati diri yang dapat
memberikan citra positif dan unik bagi penataan ruang perkotaan saat
ini. Integralisasi ke tujuh prinsip
dasar ini merupakan landasan fundamental
penataan ruang perkotaan yang ekologis, dimana kota merupakan
muara dari berbagai dinamika dan kompleksitas masalah yang harus
diatasi dalam konteks satu-kesatuan ekosistem perkotaan terpadu. Disisi lain,
dinamika perkembangan kota yang sangat dinamis, menjadikannyasebagai magnet
penarik bagi penduduk dikawasan sekitarnya untuk bermukim dikawasan perkotaan yang
berimplikasi pada tingginya tekanan terhadappemanfaatan ruang
kota dan kondisi lingkungan kota yang ada. Ketersesakan
kotaakibat fenomena rural-urban (urbanisasi) serta konversi alih
fungsi lahan yangtinggi dan simultan menyebabkan degradasi kritis
lingkungan perkotaan menjadi semakin tinggi. Demikian juga
fenomena perkotaan yang terjadi dalam perkembangan
Kota Denpasar sebagai kota metro.
Isu perubahan pemanfaatan guna lahan dengan peruntukan perumahan yang terus bertambah cenderungmengakibatkan
terjadinya urban sprawl yang tidak terkendali. Selain itu tingginya tingkat pertumbuhan penduduk sehingga kebutuhan
akan infrastruktur pun meningkat, kurangnya dukungan
sistem transportasi dalam mengatasi pertumbuhan aktivitas
pelanggaran yang tidak terkendali di sekitar area hijau,sungai,
dan garis pantai; menurunnya kualitas pelayanan utilitas (air bersih,
limbahpadat, limbah cair, dan pembuangan); serta kurang terintegrasinya
struktur dan pola pemanfaatan ruang kota Denpasar menyebabkan
tuntutan beban ekologis yang disandang oleh Kota Denpasar semakin
bertambah.Oleh sebab itu pemahaman terhadap kearifan lokal (konsep, tata nilai
religius,orientasi spiritual dsb) dalam membentuk karakter penataan ruang kota
ekologis juga harus menjadi pertimbangan mutlak sebagai
symbol akselerasi hubungan timbal balik manusia-lingkungan-Tuhan.
Konsepsi penyelarasan antara kosmos (bhuwana alit
bhuawana agung) yang kemudian secara lebih praktikal lebih
dirumuskan dalam konsepsi hubungan harmonis antara manusia-lingkungan-Tuhan
yang terangkum dalam Tri Hita Karana, menjadi dasar falsafah penataan ruang
diBali (Samadhi, 2004). Pemahaman terhadap aspek keselarasan hubungan
manusiadan lingkungan dalam terminology palemahan (ruang aktivitas) menuntut
kearifan dalam pengelolaan lingkungan baik alamiah ataupun
buatan/artefak kota dalam konteks penataan ruang perkotaan berkelanjutan. Penataan
ruang kota juga harus dapat mengakomodasi aktivitas
masyarakatnya (Human activity) dalam konteks penyediaan kawasan
hunian, fasilitas umum dan sosial serta ruang terbuka
publik(open space) di kawasan perkotaan.
Berkatitan dengan itu, konsep eco-citymerupakan payung
metafora yang merangkum beragam konsep urban-ecological dengan tujuan untuk
mencapai Kota Denpasar yang berwawasan lingkungan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar